Spanduk-spanduk lain juga menyuarakan kekecewaan, seperti 'Mahasiswa Butuh Kepastian Bukan Janji' dan 'Birokrasi Sampah Gila Jabatan'. Aksi ini diwarnai pembakaran ban bekas di depan kantor Biro Rektor dan aksi teatrikal mahasiswa mengenakan kostum 'pocong' sebagai simbol matinya kepastian.
Kondisi sempat memanas ketika baik Pj. Rektor UDA Prof. Suwardi Lubis maupun Ketua YPDA Hana Nelsri Kaban tidak ada yang menemui mereka. Mahasiswa akhirnya merusak gembok pagar pintu masuk utama Gedung Biro Rektor yang biasa menjadi akses pusat pembayaran uang kuliah. Setelah gembok berhasil dibongkar, mahasiswa pun berhasil masuk ke dalam gedung.
Meskipun demikian, suasana tidak berujung anarkis berkat kehadiran sejumlah personel kepolisian dari Polresta Medan yang berusaha menenangkan mahasiswa. Hingga berita ini diturunkan, mahasiswa masih berada di Gedung Biro Rektor sambil menunggu pihak rektorat dan yayasan menemui mereka.
Dalam orasinya, seorang mahasiswa dari BEM Fakultas Teknik secara tegas menolak keberadaan Prof. Suwardi Lubis sebagai Pj. Rektor UDA. "Apakah kalian terima Prof. Suwardi Lubis sebagai rektor kalian?" tanyanya, yang serentak dijawab "Tidakkk!" oleh seluruh mahasiswa yang berunjuk rasa.
Aksi ini merupakan kelanjutan dari desakan mahasiswa kepada Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah I Sumatera Utara. Pada aksi sebelumnya, Selasa (16/7), mahasiswa mendesak LLDIKTI untuk tidak membiarkan dugaan tindakan sewenang-wenang Yayasan UDA pimpinan Hana Nelsri Kaban, yang dinilai sebagai intimidasi dan pelanggaran nilai-nilai demokrasi kampus.
"Kami mendesak LLDIKTI tidak menutup mata. Tindakan yayasan sudah mengganggu jalannya aktivitas akademik. Ini bukan lagi urusan internal, tapi sudah menyangkut hak mahasiswa dan reputasi perguruan tinggi," ujar salah satu mahasiswa pada aksi sebelumnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait