MEDAN, iNewsMedan.id - Bank Aceh kembali menjadi sorotan publik menyusul dugaan tindakan sewenang-wenang dan intervensi politik dalam manajemennya. Isu pemberhentian sementara Komisaris Utama secara non-prosedural dan melanggar hukum oleh Gubernur Aceh menuai kecaman keras dari Forum Paguyuban Mahasiswa Pemuda Aceh (FPMPA) dan masyarakat.
Menurut FPMPA, pemberhentian manajemen bank yang sah hanya bisa dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), bukan melalui surat dari kepala daerah. Ketua FPMPA, Jasdi, menegaskan bahwa tindakan ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan bentuk nyata pelecehan terhadap aturan hukum dan intervensi politik terhadap lembaga keuangan milik rakyat.
"Ini bukan kesalahan teknis, ini adalah pelecehan terhadap aturan hukum dan bentuk nyata intervensi politik terhadap lembaga keuangan milik rakyat. Dan yang lebih memalukan, ini adalah kali kedua Gubernur Aceh, Mualem, dikibuli oleh lingkaran dekatnya sendiri," ujar Jasdi di Medan, Selasa (10/6/2025).
FPMPA menyoroti bahwa masalah ini bukanlah hal baru. Selama hampir dua tahun, Bank Aceh disebut terjebak dalam krisis yang tak kunjung usai, mulai dari ketiadaan Direktur Utama definitif, pergantian pengurus dalam waktu singkat, hingga kini pemberhentian Komisaris Utama secara non-prosedural. Kondisi ini dinilai telah mempermalukan nama baik Bank Aceh di mata nasional, terlebih terjadi menjelang Idul Adha.
Kemarahan publik semakin memuncak dengan kemunculan kembali nama Fadhil Ilyas sebagai calon Direktur Utama, meskipun ia telah dua kali gagal lolos uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Yang lebih mencengangkan, Fadhil bahkan disebut pernah secara ilegal memaksakan diri menjabat sebagai Plt. Dirut Bank Aceh pasca 5 November 2024 hingga 17 Februari 2025 tanpa persetujuan OJK, sebuah pelanggaran serius terhadap POJK 17/POJK.03/2023 tentang Tata Kelola Bank.
"Itu bukan hanya penyimpangan etika, tapi pelanggaran hukum terbuka. Tidak ada dasar legal, tidak ada izin OJK, tapi berani menjalankan fungsi Direktur Utama? Ini jelas pemaksaan kehendak secara ilegal!" kecam Jasdi.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait