Lalu?
Aku menciptakan kehendak baru tanpa niat. Maka ku ciptakan makrifat. Alam dimana diri Ku adalah Raja sekaligus Ratunya. Maka, niat yang ku ciptakan pada kehendak pertama ku perintah kan berputar, berkelindan menjadi sebuah biji. Ia hitam dan sangat keras seperti batu yang suci, karena itu asalnya.
Lalu?
Biji itu Aku tanam ditanah yang akan memberikannya tempat untuk tumbuh menjadi pohon. Tanah itu, dikelilingi oleh samudera tenang tak bertepi, dan didalamnya meskipun menyatu tetap terpisah, karena selamanya kebaikan dan keburukan meskipun tampak satu, adalah bilangan dua. Dan itu bukan Aku.
Lalu?
Bibit itu menjadi sebuah pohon kokoh. Pohon kehidupan. Tangkainya sembilan, terbelah menjadi ranting ranting, itulah surga. Indah tapi tak ada kehidupan, tak ada keindahan. Semakin tinggi, semakin jauh dia dari Aku. Dan di ujung ujung ranting itu, adalah bumi.
Kapan aku diciptakan?
Aku ambil sejumput tanah lunak dari tanah yang basah. Aku bentuk manusia dengan kedua tangan ku sendiri. Tak akan ada yang bisa menciptakannya sesempurna Aku. Ia adalah sebaik baiknya ciptaan Ku.
Ia adalah kosong, seperti cawan indah tanpa anggur. Maka, Ku tiupkan niat dalam bentuk jiwa yang sebelumnya aku ciptakan, pada tubuh kosong itu. Ia hidup, dan aku minta malaikat dan iblis bersujud pada Nya. Malaikat ragu, bagaimana mungkin, ia harus menyembah mahluk baru yang meski bentuknya jauh lebih indah daripadanya tapi berasal darinya.
Iblis pada mulanya bersedia, tapi kecemburuan yang tak terpisahkan dari ilmu menciptakan rasa baru, iri dan dengki. Bagaimana mungkin Adam yang bodoh, meminjam kecerdasan darinya lebih hebatnya. Ia memberontak, mencuri selendang Ku, kesombongan. Dia mengatakan tidak, dan berkata aku lebih baik dari Adam. Maka terciptalah dosa pertama kesombongan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait