Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Efek Jera Bagi Koruptor

Disusun Oleh:
1. Manguni WD Sinulingga, S.H., M.H (Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara 2023)
2. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum (Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara)
Korupsi menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia, penyakit menular yang berdampak korosif, melemahkan tatanan hukum, menghambat pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesenjangan sosial, pelayanan publik yang buruk hingga berdampak pada rendahnya kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara dan penegak hukum. Masyarakat semakin pesimis terhadap penegakan hukum, demokrasi dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Menjelang ahir tahun 2023, kita dikejutkan dengan perkara yang ditangani KPK yang telah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof. Edward Omar Sharif Hiariej. S.H., M.Hum, sebagai tersangka, yang diduga menerima suap dan gratifikasi. Kemudian penetapan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka Perkara dugaan pemerasan, penerimaan gratifikasi, dan penerimaan suap terkait penanganan permasalahan hukum di kementerian pertanian pada tahun 2020 hingga 2023.
Ditetapkannya ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo membuat citra institusi penegak hukum semakin terpuruk sepanjang sejarah reformasi. Seakan melengkapi rapor buruk pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Transparency International meluncurkan hasil Corruption Perception Index (CPI) tahun 2022, Corruption Perception Index merupakan indikator untuk mengukur persepsi korupsi sektor publik di 180 negara, pada tahun 2022 Indonesia menempati peringkat ke-110 dari 180 negara dengan skor 34 poin, memburuk dari tahun 2021 berada di peringkat ke-96, dari 180 negara, memburuk 4 poin dari skor sebelumnya 38 poin.
Korupsi sangat merugikan Negara, memperlambat pertumbuhan ekonomi, menurunkan semangat investasi, meningkatnya kemiskinan, meningkatnya ketimpangan pendapatan, menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat. Belum selesai pengungkapan kasus-kasus korupsi masa lalu, kasus-kasus korupsi baru bermunculan seiring berjalannya waktu. Dampak korupsi terasa hampir di seluruh sendi kehidupan, melemahkan sistem perekonomian, demokrasi, politik, hukum, pemerintahan, dan tatanan sosial masyarakat.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), memerlukan upaya luar biasa (extra ordinary effort) untuk memberantasnya, melalui upaya koordinasi, supervisi, monitoring, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam memberantasnya rasanya sudah tidak cukup.
Kalau tidak dirampas asset hasil korupsi yang dilakukan para koruptor, hanya mengedepankan pidana penjara, maka korupsi akan terus berlanjut. Dengan uang, koruptor bisa meruntuhkan integritas penegak hukum dan tidak jarang menjadi pintu masuk terjadinya tindak pidana lain, dan tontonan kasus korupsi baru akan terus berlanjut. Maka sangat perlu diberlakukan perampasan asset hasil Tindak Pidana Korupsi, miskinkan koruptor, tentunya dengan mengoptimalkan penerapan peraturan perundang-undangan yang ada.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta