Terapi seni rupa, menurut Fitri merupakan bidang ilmu seni rupa berkorelasi dengan bidang ilmu psikologi yang dalam proses aplikatif teknisnya memerlukan kerjasama dan kolaborasi berkelanjutan (sustainability) yang sangat baik untuk tumbuh kembang pada tiap anak berkebutuhan khusus.
"Dalam Pelaksanaannya, kegiatan ini dibantu oleh guru-guru di Homeschooling Buemily, yaitu oleh Bapak Muhammad Fikri Pratama dan ibu Dessy juga oleh ibu Emilya Ginting M.Psi., Psi. yang akrab dipanggil dengan ibu Emil," kata Fitri.
Fitri mengatakan kegiatan dilakukan hingga 12 kali merupakan sebuah komitmen agar penerapan terapi seni rupa pada siswa-siswa berkebutuhan khusus di Homeschooling Buemily dapat terukur hasilnya dan dapat dievaluasi oleh terapis (tim pengabdi) dan Emil sebagai chief and founder sekligus psikolog, sehingga dapat disampaikan kepada orang tua, perihal pencapaian anak dan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan orang tua sebagai salah satu upaya meningkatkan kulitas hidup anak.
"Kegiatan terapi seni rupa ini merupakan kegiatan berbasis konteks, di mana kurikulum yang digunakan fleksibel dengan mengedepankan konsep pendekatan kontekstual sesuai dengan minat anak guna memunculkan suasana belajar yang menyenangkan," terangnya.
Bagi anak berkebutuhan khusus, kata Fitri terapi seni rupa (art therapy) ini mendapatkan pencapaian yang signifikan dengan dapat membantu dalam beberapa aspek, di antaranya kesulitan belajar dan masalah belajar pada anak, dapat merilis kecemasan pada anak, dapat membangun kemampuan anak agar konsisten dalam kemandirian prilaku belajarnya, dapat menstabilkan kekhawatiran anak terhadap tuntutan-tuntutan sosialnya.
"Secara spesifik pencapaian yang signifikan dalam kegiatan terapi seni rupa ini diantaranya adalah pada anak ABK berinisial NL (berusia 7 tahun, anak dengan autistik) dapat menunjukkan peningkatan waktu fokus dalam belajar, durasi mengompol yang berkurang, sudah mulai mengenal bentuk, serta nyaman dalam berkarya," jelasnya.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait