Sayangnya, lanjut Ginting, hukuman bagi pelaku yang berkisar 1-2 tahun ini belum memberikan efek jera. Sebab, masih ada pelaku yang sudah menjalani masa hukuman, namun ketika kembali ke masyarakat tetap melakukan hal yang sama. Trenggiling hidup pada habitat dan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah. Kerusakan habitat dan ekosistem merupakan ancaman bagi keberadaan Trenggiling.
“Selain itu, ancaman bagi keberadaan spesies ini juga berasal dari semakin maraknya perburuan dan perdagangan satwa liar. Kegiatan ini untuk memberikan pemahaman bagi kita dan masyarakat luas untuk menurunkan angka perdagangan trenggiling dan sebisanya memberikan perubahan untuk hukum di Indonesia. Terutama UU No 5 Tahun 1990 yang harus dikaji ulang,” kata Direktur STFJ, Rahmad Suryadi.
Rahmad menyebut, International Union for Conservation of Nature [IUCN] menetapkan statusnya Kritis [Critically Endangered/CR], atau selangkah menuju kepunahan di alam liar. Di Indonesia, trenggiling termasuk satwa dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 Tahun 2018. Disebutkan, barang siapa yang memperdagangkan satwa dilindungi diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda sebesar 100 juta Rupiah.
Diketahui, Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema Telusur Jejak Perdagangan Trenggiling. Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa, jurnalis, dan aktivis lingkungan.
Editor : Odi Siregar