get app
inews
Aa Text
Read Next : Bioskop Online dan Jogja-NETPAC Asian Film Festival Sajikan Diskusi hingga Pemutaran Film di Medan

Diskusi Konservasi dan Bukber: Dari Bencana Ekologis, Perdagangan TSL, hingga Penegakan Hukum

Jum'at, 28 Maret 2025 | 16:10 WIB
header img
Direktur Green Justice Indonesia, Panut Hadisiswoyo. Foto: Istimewa

Kebakaran hutan dan lahan menjadi bencana paling dominan dengan 237 kejadian, menghanguskan 2.638,265 hektare lahan.

Tercatat, 63 jiwa meninggal dunia, 176 jiwa terluka, 4.878 jiwa mengungsi, dan 297.241 jiwa menderita akibat bencana tersebut.

Tiga bulan pertama di tahun 2025, sudah terjadi sembilan bencana banjir bandang dan longsor. Kabupaten yang paling terdampak antara lain Deli Serdang, Tapanuli Selatan, Karo, dan Mandailing Natal. 

Sepanjang 2024, data PUSDALOPS PB BPBD Sumut mencatat 63 jiwa meninggal dunia, 176 jiwa terluka, 4.878 jiwa mengungsi, dan 297.241 jiwa menderita akibat bencana tersebut.

"Sedangkan tahun 2025, 3 bulan ini sudah terjadi 9 kejadian banjir dan longsor, gempa bumi. Dan belakangan kita dapat laporan dari KSPPM, Auriga, AMAN dan JAMSU bahwa banjir bandang di Parapat diduga akibat dari hilangnya tutupan hutan atau deforestasi," katanya. 

Ancaman Perdagangan Satwa Liar

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Konservasi Orangutan Information Centre (OIC), Indra Kurnia mengatakan, berbicara aspek penegakan hukum dalam kasus perburuan dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL), banyak yang perlu diperhatikan. 

Pihaknya memantau tren kasus kejahatan satwa yang disidangkan di Sumatera Utara dan Aceh. Dilihat dari pusat informasi yang aksesnya terbuka untuk umum yakni Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), pihaknya mendapatkan banyak temuan.

“Kami menganalisis jumlah kasus, jenis barang bukti, vonis hukuman terhadap pelaku, hingga nilai kerugian negara akibat hilangnya keanekaragaman hayati,” ujarnya. 

Saat ini, Indonesia memiliki sejumlah regulasi mulai dari Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 Tahun 2018 yang melindungi 787 jenis satwa dan lain sebagainya, fakta di lapangan adalah, praktik perburuan dan perdagangan ilegal masih terus berlangsung.

Dikatakannya, ada beberapa faktor yang menyebabkan perburuan dan perdagangan satwa liar terus terjadi. Mulai dari tradisi hingga pemenuhan kebutuhan protein.

Selain itu, faktor ekonomi. Pihaknya menemukan bahwa satwa buruan memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar gelap. Tak ayal permintaan tinggi menyebabkan perburuan semakin masif.

Di luar itu, ada juga karena faktor gaya hidup. Dia mencontohkan dengan adanya artis yang memelihara satwa dilindungi. Meskipun dikatakan oleh artis bahwa mereka memperolehnya dengan proses izin legal, namun persepsi di masyarakat adalah memelihara satwa dilindungi itu tidak apa-apa. 

Editor : Jafar Sembiring

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut