Keseriusan KPPU dalam mengawal paradigma ini bukan sekadar retorika. Data berbicara bahwa sepanjang tahun 2025 (hingga 30 November), KPPU telah menjatuhkan total denda sebesar Rp695 miliar.
Aru menjelaskan, angka ini melonjak drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, menjadi sinyal kuat bagi pasar bahwa negara tidak main-main terhadap pelaku usaha yang merugikan publik. Denda besar ini bukan semata instrumen hukum, melainkan sinyal kuat bagi pasar bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh dicapai dengan cara mematikan pesaing atau merugikan konsumen.
Sedangkan denda yang dibayarkan per 2 Desember 2025 mencapai Rp52.909.065.048. Hal ini membuktikan upaya penegakan hukum persaingan usaha, optimal dilakukan KPPU.
"Aktivitas korporasi berupa merger dan akuisisi juga memecahkan rekor. KPPU menerima 141 notifikasi dengan nilai transaksi fantastis mencapai Rp1,3 kuadriliun. Dominasi transaksi di sektor pertambangan dan logistik menunjukkan geliat hilirisasi yang nyata, namun sekaligus membawa risiko konsentrasi pasar yang harus diawasi ketat agar tidak melahirkan oligopoli vertikal yang mematikan pemain lokal," jelasnya.
Selain mengawal korporasi besar, KPPU juga menempatkan diri sebagai instrumen pencegahan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Dari 12 perkara yang diputus tahun ini, masih terdapat berbagai kasus persekongkolan tender.
"Ketika negara mengeluarkan anggaran besar untuk infrastruktur, mulai dari rumah sakit, jalan, hingga proyek energi, risiko penyelewengan anggaran melalui persekongkolan tender dapat meningkat signifikan," ungkapnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait
