Pihak kuasa hukum juga telah melaporkan sejumlah kejanggalan ini ke SPKT Polda Sumut dan Bidpropam, dan kini menunggu gelar perkara di Ditreskrimum Polda Sumut.
Dalam sidang, JPU Agung Nugraha menilai Rahmadi tidak kooperatif karena membantah kepemilikan sabu dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkotika. Tuntutan ini teregistrasi dengan nomor PDM-59/TBalai/Enz.2/06/2025.
Mendengar tuntutan tersebut, Rahmadi tak kuasa menahan emosi dan menyatakan keberatannya di depan majelis hakim. Ketua Majelis Hakim Karolina Selfia Sitepu kemudian meminta Rahmadi untuk menuangkan semua keberatannya dalam pledoi yang akan dibacakan pada 7 Oktober 2025.
Tuntutan ini menjadi tamparan keras bagi keluarga Rahmadi yang meyakini kasus ini penuh rekayasa. Kakak kandung Rahmadi mendesak Kapolri untuk turun tangan mengusut dugaan rekayasa kasus ini, seraya mengatakan, "Kalau Kapolri diam, keadilan di mata rakyat akan mati."
Kasus Rahmadi pun kini menjadi sorotan, tidak hanya sebagai perkara hukum, tetapi juga simbol perlawanan warga terhadap praktik hukum yang dianggap timpang.
"Bagi sebagian orang Tanjungbalai, sembilan tahun tuntutan itu bukan sekadar angka. Ia adalah luka, sekaligus peringatan, bahwa hukum bisa dipakai menekan warga biasa," pungkasnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait
