Pada persidangan kali ini, jaksa menghadirkan beberapa saksi, di antaranya sopir sekaligus petugas keamanan Rasuli, Andi Junaedi Lubis, Sekretaris PUPR Sumut Muhammad Haldun, dan Edison Pardamean Togatorop selaku Kepala Seksi Perencanaan Bina Marga.
Andi Junaedi dalam keterangannya menyebut proyek bermula dari kunjungan Gubernur Sumut Bobby Nasution ke lokasi pada April 2025. Kunjungan itu dikemas sebagai kegiatan off-road dan difasilitasi dua terdakwa, Kirun dan Rayhan. Saat itulah warga meminta agar jalan Hutaimbaru–Sipiongot segera diperbaiki.
Sementara saksi Muhammad Haldun menyampaikan, Gubernur tercatat enam kali mengubah alokasi anggaran untuk proyek tersebut. Beberapa perubahan bahkan hanya berjarak dua hari. Ia juga mengungkap proses lelang diumumkan melalui LPSE pada 26 Juni 2025 pukul 17.32 atau di luar jam kerja. Hanya enam jam kemudian, pada pukul 23.24, pemenang tender sudah ditetapkan. Menurutnya, percepatan itu tidak didasari kondisi darurat seperti bencana alam.
Kesaksian lain disampaikan Edison Pardamean. Ia mengaku dokumen perencanaan proyek baru rampung pada 28 Juli 2025, satu bulan setelah pemenang tender diumumkan. Dokumen tersebut pun tidak ditandatangani konsultan CV Balakosa Konsultan, sementara dokumen dari CV Wira Jaya Konsultan bahkan tanpa mencantumkan tanggal dan bulan pembuatan.
Hakim yang mendengar paparan para saksi menilai ada banyak kejanggalan, mulai dari perubahan Pergub hingga enam kali untuk mengakomodasi pendanaan, hingga mekanisme tender yang berlangsung dalam hitungan jam.
Editor : Ismail
Artikel Terkait
