Dengan mendokumentasikan aktivitas peternakan BUMDes, dan pelatihan kerajinan tangan untuk pemuda desa yang diadakan oleh kepala desa, dalam bentuk video. Hasilnya mengejutkan, Desa Bekiung keluar sebagai pemenang utama dari 1000 desa yang ikut serta. Bahkan Kanwil BRI Medan pun awalnya belum tahu kalau desa kecil di pinggiran Langkat ini berhasil menembus kompetisi nasional.
Kemenangan itu bukan sekadar prestasi di atas kertas, melainkan tonggak perubahan bagi BUMDes Bangun Mandiri. Hadiah uang tunai yang diterima tak dibiarkan mengendap, sebaliknya, langsung dimanfaatkan untuk melengkapi kebutuhan peralatan dan mesin yang mendukung aktivitas peternakan dan pertanian desa. semua dibeli dengan satu tujuan, meningkatkan produktivitas dan kemandirian desa.
Namun, bagi Supono, keberhasilan tidak berhenti di situ. Ia sadar, perubahan harus ditopang dengan pengetahuan. Maka ia mulai menulis. Satu demi satu ia dokumentasikan perjalanan panjang desa, tantangan yang dihadapi, potensi yang dimiliki, hingga mimpi yang ingin diraih. Tulisan-tulisan itu tidak hanya disimpan dalam laci atau sekadar arsip internal. Ia kirimkan ke berbagai pihak, termasuk para akademisi di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sumatera Utara dan sejumlah fakultas lainnya.
Resonansinya luar biasa. Dari sana, jalinan kerja sama pun lahir. Bersama para dosen dan mahasiswa, mereka mengembangkan formula pakan dan pupuk yang lebih efisien, memperkuat sistem manajemen BUMDes, hingga mendorong proses digitalisasi agar lembaga ini lebih adaptif di era modern. Supono telah membuka jalan dan desa pun mulai berlari lebih jauh.
Gelombang perubahan yang digagas BUMDes Bangun Mandiri rupanya menginspirasi banyak pihak untuk turut ambil bagian. Program-program sosial pun mulai berdatangan. Salah satunya datang dari YBM BRIlian Medan, lembaga pengelola dana zakat pegawai BRI. Melihat semangat kemandirian di Desa Bekiung, mereka tergerak untuk membantu. Sebanyak 14 pelaku UMKM lokal menerima bantuan berupa gerobak usaha yang kokoh dan dana permodalan untuk mengembangkan dagangan mereka.
Tak berhenti di situ, YBM BRIlian kemudian meluncurkan program peternakan inklusif yakni Breeding dan fattening sapi, yang menyasar sembilan peternak pilihan di desa. Masing-masing peternak mendapatkan satu ekor indukan betina dan dua ekor sapi jantan. Yang menarik, seluruh hasil dari proses beternak, termasuk jika indukan melahirkan anak sapi, menjadi milik penuh peternak. Tidak ada sistem bagi hasil yang membebani.
Namun, semangat gotong royong tetap dijaga. Setelah satu periode peternakan selesai, sapi-sapi itu tidak dijual atau dikembalikan, melainkan dialihkan kepada peternak lain yang belum mendapat giliran. Skema bergilir ini menciptakan pemerataan kesempatan, membuka jalan agar lebih banyak warga bisa merasakan manfaat program, dan membangun rasa kebersamaan di antara mereka.
Menjelang Idul Adha, suasana di BUMDes Bangun Mandiri tampak semakin dinamis. Kesibukan terlihat di berbagai sudut desa, terutama di kandang-kandang ternak yang kini menjadi pusat perhatian. BUMDes tengah mempersiapkan penjualan hewan kurban secara profesional, mengedepankan kualitas sekaligus kenyamanan layanan.
Melalui website landing page bernama BRIlian Farm, mereka membuka pemesanan kambing dan domba dengan harga mulai dari Rp2 juta, serta sapi lokal berkualitas mulai dari Rp14 juta. Harga-harga tersebut tidak ditetapkan secara sembarangan, melainkan disesuaikan dengan bobot hidup masing-masing hewan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pelanggan, BUMDes bahkan menyediakan rumus konversi sederhana, berat hidup hewan dibagi dua, lalu dikalikan 70 persen, hasilnya adalah estimasi berat daging yang bisa diperoleh.
Inovasi ini terbukti menarik minat banyak pembeli. Rata-rata, setiap pelanggan memesan hewan dengan estimasi hasil daging antara 80 hingga 100 kilogram. Dari proses penimbangan, penawaran, hingga pengiriman, semua ditata rapi untuk mewujudkan pelayanan kurban yang transparan dan terpercaya, khas gaya kerja BUMDes Bangun Mandiri.
Tak berhenti pada pasar lokal dan penjualan musiman, BUMDes Bangun Mandiri kini mulai melirik peluang yang lebih besar. Mereka tengah menjajaki kerja sama dengan jaringan hotel dan restoran ternama di Kota Medan, seperti Grand Aston dan Grand Antares. Bagi Supono, ini bukan sekadar kemitraan bisnis biasa, ini adalah langkah strategis untuk membawa hasil ternak desa menembus pasar premium.
Untuk memenuhi standar kualitas yang ditetapkan mitra-mitra besar itu, Supono pun bergerak cepat. Ia merancang pembangunan rumah potong hewan (RPH) yang sesuai standar kebersihan dan sanitasi, lengkap dengan tenaga penyembelih yang telah bersertifikat halal. Bagi Supono, sertifikasi bukan hanya soal formalitas, melainkan wujud tanggung jawab moral kepada konsumen muslim dan jaminan mutu terhadap produk yang ditawarkan.
Editor : Chris
Artikel Terkait