“Sayangnya, eksekusi tetap dilaksanakan di tengah protes dan tangisan warga Desa Sihite II,” ujarnya. Nuh yang saat ini diamanahi sebagai anggota Komite I DPD RI yang membidangi hukum, pertahanan, keamanan, pertanahan dan pemerintah mengatakan, dari segi hukum formal masih ada celah kelemahan, namun mereka memaksakan kehendak.
“Apalagi dari sisi keadilan substansial peristiwa tersebut sangat mencederai rasa keadilan,” tegasnya.
Untuk itu, Nuh yang saat ini juga duduk di Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI, berencana membawa masalah ini ke forum BAP. Sebelumnya, eksekusi tanah sengketa seluas 100 x 200 meter berisikan bangunan rumah sebanyak 5 unit dan 1 Mushola di Kampung Lumban Saribu Lambok, Desa Sihite II, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), berlangsung rusuh, Kamis (26/1/2023).
Dalam Eksekusi tersebut sempat mendapatkan perlawanan dari warga sekitar, Sejumlah orang tampak diamankan aparat saat kericuhan terjadi, polisi terus mendesak mundur seorang warga yang sempat menghalangi jalannya proses eksekusi lahan oleh Pihak PN Tarutung.
Dalam aksi saling dorong itu juga terdengar teriakan dari warga yang berteriak histeris melihat rumah dan bangunan Mushola dihancurkan.
A Gultom mengatakan, tanah yang selama ini di tempati keturunan Opung Binsar Gultom (almatjum Madiun Samosir Gultom) sudah semenjak tahun 1972 lalu.
“Tanggal 16 Januari tahun 1996, kami meresmikan tanah ini menjadi Kampung Lumban Saribu Lambok dan tidak ada persoalan. Saat itu Camat Dolok Sanggul, Maju samosir, Kepala Desa (Kades) Purba Dolok, T Purba, Kades Sihite II, J Sihite dan 27 orang Tokoh Masyarakat menyaksikan dan menandatangani peresmian Kampung Lumban Saribu Lambok,” katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum keluarga besar Opung Binsar Gultom, Bachtiar marasabessy dari Kantor Hukum Damewati Sihite dan Rekan, meminta Pengadilan Negeri (PN) Tarutung dan kuasa hukum pelapor untuk menunjukkan batas-batas tanah yang akan dieksekusi.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait