Pintor menjelaskan, secara tren, pergerakan spread yield US Treasury dengan yield SBN acuan 10 tahun memang terus menyempit. Pada 2021, spread masih berkisar 500 bps, namun, saat ini spread sudah menjadi 425 bps. Dengan kondisi ini, investor akan cenderung memilih US Treasury karena jauh lebih menarik. SBN akan dipandang punya risiko yang tinggi, sementara US Treasury yang merupakan safe haven, juga menawarkan yield yang tidak kalah tinggi.
"Hingga pertengahan Juni 2022, kinerja pasar obligasi dalam negeri yang tercermin dari Indonesia Composite Bond Index (ICBI) turun -1,80 persen yoy dari level 332,8078 menjadi 326,8177. Indonesia Government Bond Return Index (INDOBeXG-Total Return) turun -2,09 persen yoy dari 326,1186 menjadi 319,2893. Indonesia Corporate Bond Return Index (INDOBeXC-Total Return) naik +2,56 persen yoy dari 367,9748 menjadi 377,3892. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan sebesar +6,47 persen ytd dari level 6.581,48 menjadi 7.007,0," jelas Pintor.
Berdasarkan PHEI, risiko pasar obligasi dari dalam negeri yakni tekanan inflasi. Kondisi tersebut seiring dengan pemulihan ekonomi yang tercermin dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen yang dapat mendorong kenaikan inflasi inti. Tekanan inflasi juga bersasal dari penyesuaian tarif yang diatur pemerintah, kenaikan harga energi dan beberapa komoditas, dan kenaikan biaya transportasi.
Ada beberapa pendorong kenaikan inflasi yang bisa dicermati investor di pasar obligasi. Pertama, daftar golongan tarif listrik yang naik mulai 1 Juli 2022, kenaikan tarif listrik dari 1.444, 7 per kwh menjadi Rp 1.699 per kwh atau naik 17,64 persen. Kedua, harga cabai meroket karena produksi anjlok 60 persen.
"Kenaikan harga cabai merah disebabkan pasokan ke pasar berkurang drastis akibat imbas gagal panen. Ketiga, harga tiket pesawat naik, contohnya tarif penerbangan Batam – Singapura juga naik yang ikut mendorong kenaikan tarif kapal feri penyebrangan dari Batam ke Singapura dan sebaliknya. Keempat, harga minyak naik di tengah perkiraan kenaikan suku bunga AS. Harga minyak naik di perdagangan Asia, di tengah kekhawatiran atas permintaan bahan bakar. Kelima, isu kenaikan BBM hingga detergen bakal dikenai cukai, meskipun Askolani Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan menegaskan pihaknya tidak ada rencana menjadikan bahan bakar minyak (BBM), ban karet, dan detergen sebagai barang kena cukai (BKC)," ujarnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait