get app
inews
Aa Text
Read Next : PLN Catat Penambahan 53.539 Pelanggan Baru Lewat Program Electrifying Agriculture Sepanjang 2024

Refleksi Penyelamatan Kawasan Ekosistem Batang Toru: Kolaborasi Penting Untuk Kelestarian

Jum'at, 17 Januari 2025 | 18:08 WIB
header img
Refleksi Penyelamatan Kawasan Ekosistem Batang Toru di Medan, Kamis (16/1/2025). (Foto: Istimewa)

Menurutnya, dibutuhkan kolaborasi dari berbagai civil society organization (CSO) yang bekerja di blok/koridor barat, timur dan selatan, masyarakat lokal dan pemerintah daerah. Menurutnya perlu ada penguatan ekonomi hijau, begitu juga dengan berbagai lembaga lokal misalnya dengan masyarakat adat.

Panut menambahkan, sejak tahun 2022 pihaknya mendampingi masyarakat adat di sejumlah titik di Tapanuli Utara. Salah satunya di Desa Simardangiang, Kecamatan Pahae Julu. Pada Agustus 2024, masyarakat Simardangiang mendapatkan pengakuan atas 2.917 hektare hutan adat dari KLHK RI dengan nomor Surat Keputusan (SK) Nomor 6056/2024, tertanggal 15 Maret 2024 .

Sebelumnya, mereka juga menerima SK Bupati Tapanuli Utara Nomor 457/2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat seluas 5.797 hektar. Dari 2.917 hektar itu, 513 hektar di antaranya berfungsi sebagai hutan produksi.

"Artinya itu salah satu sistem yang bisa kita angkat Untuk mempertahankan lanskap Batang Toru. Hutan adat sebagai pengelolaan wilayah yang berkelanjutan itu menjadi salah satu intervensi yang menjadi fokus pekerjaan dari teman-teman di sana bersama dengan masyarakat adat di sana," katanya.

Pihaknya ingin mendorong adanya pertimbangan pemerintah untuk merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Sumatera Utara secara utuh yang memang mengedepankan perlindungan ekosistem Batang Toru.

"Kita mengharapkan tata ruang itu mengakomodir habitat spesies yang penting ini untuk menjadi perlindungan karena memiliki fungsi ekologi dan juga sekaligus upaya mitigasi terhadap bencana alam dan perubahan iklim," katanya.

Sementara itu, Manajer Program dan Tata Kelola Pengetahuan Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), Fhiliya Himasari mengatakan, berbicara ekosistem Batang Toru, pihaknya bersama organisasi lainnya sudah mengadvokasi jauh sebelum 2016.

"Dari tahun 2016 saat Walhi Sumut mulai fokus mengadvokasi di lanskap ini, kita sudah menemukan adanya ancaman deforestasi akibat pembangunan PLTA. Dan tahun 2017 konflik meningkat

"Dari tahun 2016, ketika Walhi Sumatera Utara mulai fokus pada advokasi di lanskap ini, kita sudah menemukan ancaman deforestasi besar-besaran akibat pembangunan PLTA. Pada tahun 2017, konflik mulai meningkat seiring dengan ditetapkannya spesies baru, orangutan tapanuli.

Dikatakannya, advokasi yang dilakukan Walhi Sumut tidak hanya untuk membela satu spesies. Tetapi juga menyelamatkan ekosistem yang melibatkan masyarakat adat, flora dan fauna. Berlanjut hingga Walhi menggugat Gubernur Sumut karena mengeluarkan izin untuk PT NSHE dan kalah.

"Kepentingan kita itu bagaimana kita bisa mendorong hak-hak masyarakat adat, masyarakat lokal hak atas lingkungan hidup, hak lingkungan hidup itu tetap terjamin apa adanya," katanya.

Editor : Chris

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut