DENPASAR, iNews.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membayarkan kompensasi senilai Rp6.165.000.000 kepada 43 korban terorisme masa lalu yang berdomisili di Bali. Hal itu diserahkan langsung oleh Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo di Wiswa Sabha kompleks kantor Gubernur Bali, Jumat (18/2/2022).
Sebanyak 43 orang itu merupakan korban langsung maupun ahli waris korban meninggal dunia. Terdiri atas 8 ahli waris korban meninggal dunia, 4 korban luka berat, 25 korban luka sedang dan 6 orang luka ringan. Mereka merupakan korban dari peristiwa Bom Bali I dan Bom Bali II, serta peristiwa penembakan di Desa Paunica, Poso.
Hasto mengatakan, sebanyak 43 orang ini merupakan bagian dari 357 korban peristiwa terorisme sebelum UU Nomor 5 Tahun 2018 ditarik mundur hingga peristiwa Bom Bali I tahun 2002, yang berhasil diidentifikasi LPSK bersama BNPT dan dinyatakan memenuhi syarat untuk menerima kompensasi. Sebanyak 357 korban berasal dari 57 peristiwa terorisme masa lalu yang tersebar di 19 provinsi di Indonesia, baik WNI maupun WNA yang tinggal di Amerika Serikat, Jerman, Australia, Kanada dan Belanda.
Menurut Hasto, penyerahan kompensasi ini merupakan implementasi UU Nomor 5 Tahun 2018 dan PP Nomor 35 Tahun 2020. Sejak UU itu lahir, dinyatakan bahwa seluruh korban terorisme merupakan tanggung jawab negara.
“UU No. 5 Tahun 2018 merupakan regulasi yang sangat progresif dan menunjukkan keberpihakan terhadap korban terorisme. Salah satu hal istimewa dari undang-undang ini adalah munculnya terobosan hukum yang membuka kesempatan bagi korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan kompensasi tanpa melalui jalur pengadilan,” jelas Hasto.
Namun, Hasto mengingatkan masih ada korban terorisme sebelum tahun 2002 yang belum bisa mengakses kompensasi sebagaimana dipersyaratkan UU ini. Oleh karena itu, ada beberapa masukan untuk mencari solusi, khususnya dalam hal regulasi guna mengakomodir pemberian hak bagi korban peristiwa terorisme sebelum tahun 2002.
Editor : Odi Siregar