Kasus ini menyita perhatian publik sehingga Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) tingkat pusat (PB PDHI) dan daerah (PDHI Sumatera Utara) serta Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) mengirimkan amicus curiae yang menyimpulkan bahwa di tanggal 10 Juni 2021 anjing Bogel tidak rabies dan pola luka pada foto korban tanggal 13 Juni 2021 tidak menyerupai standar pola gigitan anjing sehingga korban MRA patut diduga kuat tidak meninggal dunia karena rabies.
“Amicus curiae dari PB PDHI kami terima kemarin (28/11) siang dan langsung kami serahkan ke PN Medan di hari yang sama. Dalam amicus curiae, PB PDHI menyimpulkan bahwa berdasarkan visum et repertum 14 Juni 2021 dan foto luka pada korban 13 Juni 2021 maka luka pada korban bukan akibat gigitan anjing karena tidak memenuhi standar pola luka gigitan anjing, serta terdapat kemungkinan kesalahan pembuktian pada alat bukti visum et repertum 14 Juni 2021 yang dapat mempengaruhi penerapan hukum yang seharusnya,” urai Francine.
Francine menambahkan dalam amicus curiae tersebut PB PDHI antara lain menyatakan bahwa luka gigitan anjing selalu memberikan pola khas standar pola gigitan anjing yaitu lubang gigi taring yang jarak minimal antar titik lubang gigi taring secara horizontal adalah 3 cm.
Sedangkan visum et repertum MRA hanya ada luka lecet diameter 4 cm di paha kanan atas dan tidak ada luka bekas gigitan hewan.
“Dalam sidang sebelumnya kami juga memberikan bukti tambahan surat keterangan dari Kementan yang menyatakan bahwa rabies menyerang sistem saraf pusat dan tidak terdeteksi melalui pemeriksaan darah. Selain itu, penderita rabies, baik hewan maupun manusia, yang menunjukkan gejala klinis pasti meninggal dunia. Harapannya semua fakta persidangan dan seluruh amicus curiae dapat meyakinkan Majelis Hakim bahwa anjing Bogel tidak menggigit dan tidak rabies lalu Donna dinyatakan tidak bersalah,” tutup Francine.
Editor : Ismail