MEDAN, iNewsMedan.id - Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan tentu beragam tradisi adatnya. Pernikahan di Indonesia sudah pasti memiliki banyak tradisi, salah satunya yakni Malam Bainai, tradisi menjelang pernikahan yang dilakukan adat Minang, Sumatera Barat.
Malam Bainai merupakan tradisi adat Minang yang dilakukan sebelum tiba hari pernikahan. Dalam acara ini, terdapat beberapa prosesi-prosesi yang harus dijalani oleh mempelai wanita.
Bahkan, Anak Daro, sebutan untuk pengantin wanita, akan memakai busana adat khusus untuk prosesi Malam Bainai. Busana ini bernama Baju Tokah. Tak hanya itu, Anak Daro akan memakai suntiang, hiasan kepala khas adat Minang. Namun, suntiang yang digunakan pada prosesi ini berbeda dengan yang digunakan pada hari pernikahan.
Malam Bainai turut menjadi perhatian menarik dari seniman lukis Henna Kota Medan, Jayanti Mandasari atau dikenal sebagai Jayanti Mahendi. Kurang lebih 12 tahun menekuni profesi tersebut, kini Jayanti yang akrab disapa Jay tertarik menekuni profesi baru sebagai pembawa acara (MC) adat Minang, yakni Malam Bainai.
Jay mengakui, hal ini bukan menjadi keuntungan semata, namun profesi tersebut sudah ia lakoni ketika duduk di bangku perkuliahan.
"Dulu saya kerap didaulat sebagai pembawa acara di beberapa organisasi yang saya ikuti. Maka itu, ketika menjadi MC Malam Bainai langsung saya lakukan," tuturnya, Rabu (14/12/2022).
Ibu dari dua anak berdarah asli Minang ini berasal dari Pariaman dengan Ayah bernama Alm H Suhermanto Sikumbang dan ibu Hj Zuliaty Koto. Dengan marga Koto yang didapat dari ibunya sesuai adat minang yang mana marga bersifat Matrilineal atau berdasarkan garis keturunan ibu.
"Kini setelah 3 kali memandu acara adat Malam Bainai, saya ingin memantapkan lagi profesinya sebagai MC Malam Bainai, dengan harapan semoga adat budaya Minangkabau dapat terus dilestarikan dan dijalankan sesuai adat aslinya," katanya.
Jay menambahkan, tradisi ini pada awalnya dilakukan sebagai salah satu cara untuk menolak bala bagi pengantin menjelang hari bahagianya.
Tradisi ini tak digelar sekadar sebagai simbol pelepasan masa lajang pada mempelai wanita, melainkan sebagai momen berkumpulnya seluruh keluarga untuk memberikan restu dan juga doa.
Editor : Odi Siregar