Senada dengan itu, warga lainnya berinisial AR menjelaskan, lahan yang seharusnya di tanami mangrove sekitar 130 ribu batang bibit di atas lahan seluas 30 hektar diduga tidak sepenuhnya dikerjakan dengan berbagai alasan. Padahal, ujar AR, anggaran digelontorkan cukup besar, yakni sekitar Rp400 juta lebih, khususnya di Kelurahan Kampung Masjid.
"Bahkan, bisa dipastikan usai penanaman, hingga kini kelompok tani hutan yang seharusnya bertanggung jawab penuh agar mangrove dapat tumbuh kembang dengan baik satupun tidak pernah terlihat batang hidungnya melihat ke lokasi. Padahal yang kita ketahui tujuan tanaman mangrove itu untuk mencegah abrasi, meningkatkan hasil laut dan ekowisata bagi masyarakat sekitar," ungkapnya.
AR juga menyampaikan, banyak anggota kelompok tani yang menerima gaji setiap bulannya, namun tidak pernah ikut bekerja dan turun ke lokasi penanaman bibit.
"Banyak juga itu yang menerima gaji setiap bulannya masuk ke rekening masing-masing anggota, tapi tak pernah ikut kerja dan turun kelapangan saat proses penanaman berlangsung," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani, SAS, saat dihubungi melalui saluran udara menyebutkan, dari luas 30 hektar, jumlah lahan yang digunakan hanya 29 hektare untuk penanaman bibit mangrove.
SAS juga mengaku tidak pernah melakukan perawatan atau jarang meninjau ke lokasi penanaman bibit lantaran anggaran yang terbatas.
"Kayak mana mau perawatan tak ada uang perawatan bang. Untuk bibit yang ditanam kemarin memang banyak yang hidup ada juga yang mati. bibit mati yang memang ada karna disitu letak arus laut," jelasnya.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait