MEDAN, iNewsMedan.id - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Farhan Rizky, mendesak Pemerintah Kota Medan untuk meninjau ulang sejumlah pasal dalam Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR). Kebijakan tersebut dinilai tidak realistis dan berpotensi memicu konflik sosial di tengah masyarakat.
Farhan menyoroti beberapa poin krusial, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan pemajangan produk, hingga pelarangan reklame. Menurutnya, aturan yang terlalu menekan ini justru berisiko menjadi kebijakan yang mustahil diimplementasikan.
"Ranperda KTR yang tujuan awalnya adalah demi kesehatan publik, justru bisa menjadi sumber konflik akibat berbagai pelarangan di dalamnya. Dengan kondisi ini, Ranperda KTR Kota Medan bisa dikatakan belum memenuhi aspek kelayakan jika dinilai dari kriteria kebijakan publik," tegas Farhan, Sabtu (19/12/2025).
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU ini menjelaskan bahwa regulasi yang tidak proporsional dan mengabaikan kondisi sosial-ekonomi dapat memberikan dampak negatif. Ia menyarankan agar penyusunan draf dilakukan melalui dialog yang lebih inklusif.
"Ranperda KTR ini perlu dikaji ulang agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya baik secara normatif, tetapi juga layak dan dapat diterapkan secara efektif di lapangan. Saya menyarankan agar pembuat kebijakan merevisi pasal-pasal pelarangan yang tidak implementatif. Dan, wajib mengakomodasi masukan masyarakat melalui dialog kebijakan yang inklusif, menggunakan pendekatan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan keberlangsungan ekonomi masyarakat," jelas Farhan.
Ia menambahkan, pemerintah harus waspada agar regulasi ini tidak merusak ekosistem ekonomi lokal, terutama bagi pedagang kecil dan UMKM. "Harus bijak dan hati-hati dalam menyusun Ranperda KTR Kota Medan karena bisa berujung pada meningkatnya konflik sosial dan menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah akibat regulasi yang tidak realistis. Publik merasa kebijakan dibuat tanpa memahami kondisi masyarakat dan muncul kesan pemerintah tidak peka dengan kondisi masyarakat," tambahnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait
