Skandal Propam Sumut Mencuat, Kuasa Hukum Ragukan Objektivitas Penanganan Kasus Rahmadi

Jafar Sembiring
Kuasa hukum Rahmadi, M. Ronal Siahaan. Foto: Istimewa

MEDAN, iNewsMedan.id – Kuasa hukum Aktivis Tanjungbalai, Rahmadi, mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Mabes Polri untuk segera mengambil alih penanganan laporan dugaan penganiayaan kliennya oleh oknum polisi Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumatra Utara (Sumut). Desakan ini muncul menyusul kekecewaan atas sanksi yang dinilai terlalu ringan terhadap terduga pelaku, Kompol DK, serta mencuatnya skandal pemerasan yang menyeret mantan pimpinan Propam Polda Sumut.

M. Ronal Siahaan, selaku kuasa hukum Rahmadi, menyatakan sikap Propam Polda Sumut yang hanya memberikan sanksi demosi tiga tahun terhadap Kompol DK, yang merupakan Kanit 1 Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut, sebagai bentuk ketidaktegasan. Padahal, tindakan penganiayaan brutal saat penangkapan Rahmadi terekam jelas melalui kamera pengawas (CCTV) sebuah toko.

Kekhawatiran akan penanganan yang tidak profesional semakin menguat setelah terungkapnya kasus dugaan pemerasan yang melibatkan mantan Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Julihan Muntaha, dan Kasubbid Paminal Propam Kompol Agustinus Chandra Pietama, yang kini telah dicopot dari jabatannya.

“Jika pimpinan Propam saja terlibat kasus pemerasan, bagaimana kami bisa percaya bahwa laporan kami ditangani secara objektif? Dugaan kami, kasus Rahmadi juga tidak ditangani secara profesional,” tegas Ronal, Senin (1/12/2025).

Menurut Ronal, sanksi putusan banding etik seharusnya lebih berat daripada putusan sebelumnya. Ia menilai Kompol DK seharusnya menerima sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), bukan hanya demosi tiga tahun, mengingat bukti rekaman CCTV yang menunjukkan kekerasan serius.

Dalam rekaman tersebut, Rahmadi yang dituduh memiliki 10 gram narkoba tampak diinjak, dipukul dengan gagang pistol, hingga wajah dan tubuhnya mengalami lebam serius.

“Tindakan brutal ini jelas melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Penyalahgunaan wewenang juga sudah diatur dalam Pasal 17 dan 18 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” ujar Ronal.

Ia juga menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 8 Tahun 2009 yang secara tegas melarang penyiksaan, tindakan tidak manusiawi, dan penggunaan kekerasan yang berlebihan.

“Seharusnya Kompol DK beserta personel lain dikenai PTDH, bukan hanya demosi. Ini bentuk nyata pelanggaran etik berat,” tegasnya.

Ronal menilai pola penanganan Propam Polda Sumut terhadap kasus Rahmadi terlalu banyak kejanggalan dan berpotensi tidak objektif. Selain dugaan penganiayaan, tim kuasa hukum juga mempertanyakan laporan mengenai dugaan pencurian uang dari mobile banking Rahmadi oleh oknum yang terlibat dalam penangkapan.

“Faktanya, Kabid Propam yang menangani laporan kami ternyata terlibat kasus pemerasan terhadap personel bermasalah. Bagaimana kami bisa tidak menduga adanya permainan dalam laporan kami?” ujar Ronal.

Saat ini, Rahmadi telah divonis 5 tahun penjara di Pengadilan Negeri Tanjungbalai dan tim kuasa hukum M. Ronal Siahaan & Partners tengah mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Medan.

Menutup pernyataannya, Ronal menegaskan bahwa kasus penganiayaan Rahmadi bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi berpotensi kuat melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

“Kami mendesak Divpropam Mabes Polri dan Kapolri turun langsung menangani kasus ini. Sudah kami ajukan laporan pelanggaran kode etik, dan kami berharap pusat mengambil alih kasus yang penuh tanda tanya ini,” tutup Ronal.

Editor : Jafar Sembiring

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network