TANJUNGBALAI, iNewsMedan.id - Sidang dugaan kepemilikan narkotika dengan terdakwa Rahmadi, seorang aktivis, di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, kembali memanas. Kasus ini bukan hanya menyoal tuntutan hukum, tetapi telah membuka 'kotak pandora' dugaan rekayasa dan manipulasi barang bukti oleh oknum aparat penegak hukum.
Rahmadi, dengan suara bergetar di hadapan majelis hakim, menolak keras tuntutan jaksa selama 9 tahun penjara dan denda Rp1 miliar yang dijatuhkan kepadanya.
Tim kuasa hukum Rahmadi, Ronald Siahaan, S.H., M.H., dalam pembacaan pledoi, mengungkapkan bukti krusial berupa rekaman CCTV yang disebut menyangkal Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam video CCTV berdurasi beberapa menit, tepat di detik 01:50 hingga 02:00, terdengar jelas suara saksi Victor Topan Ginting berkata: "Lombek sudah disitu, jangan kau aneh-aneh, BB kau ini" sambil memegang kantong celananya sendiri.
Pernyataan ini berbanding terbalik dengan BAP yang menyebut barang bukti narkotika ditemukan di dalam kotak lampu di bagasi belakang mobil Rahmadi.
Kejanggalan semakin dalam ketika dua anggota polisi yang menangkap Rahmadi memberikan kesaksian yang saling bertentangan di pengadilan, Satu polisi menyebut barang bukti ditemukan di bangku sopir dan Polisi lain menyatakan ditemukan di bangku penumpang.
Kuasa hukum menilai kejanggalan lokasi penemuan barang bukti ini bukanlah kebetulan, melainkan indikasi dari rekayasa sistematis.
"Video itu bukan sekadar rekaman, tapi bukti hidup bagaimana hukum bisa diretas oleh oknum untuk kepentingan tertentu. Jika ini dibiarkan, maka hancurlah keadilan di negeri ini," ujar Ronald Siahaan.
Ia menegaskan, perkara ini telah membuka 'kotak pandora' dugaan penyimpangan hukum di Sumatera Utara. "Perkara ini bukan cuma soal nasib Rahmadi, tapi soal wibawa hukum di republik ini. Kalau benar ada manipulasi dan rekayasa, maka kita sedang menyaksikan keadilan dipermainkan," katanya.
Rahmadi sendiri menutup pledoinya dengan lirih, "Ini bukan hanya tentang saya. Ini tentang siapa pun yang bisa dijebak dengan skenario kotor serupa. Saya melawan, karena diam artinya mati pelan-pelan," ucapnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik luas. Rahmadi menggantungkan harapannya kepada majelis hakim agar berani menegakkan keadilan berdasarkan fakta.
"Kotak Pandora sudah terbuka. Kini tinggal siapa yang berani menegakkan kebenaran," tutup Ronald Siahaan.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait