KARO, iNewsMedan.id– Dari desa yang semula penuh keraguan dan konflik aset wisata, Desa Kutagugung kini menjelma menjadi destinasi wisata baru bernama Foursety. Transformasi besar ini terjadi berkat aksi Universitas Sumatera Utara (USU) melalui program pengabdian masyarakat yang dipimpin Samerdanta Sinulingga, S.ST.Par., M.Par., bersama dosen lintas fakultas dan mahasiswa yang bergerak langsung di lapangan.
Awal 2025, Kutagugung menghadapi situasi pelik. Konflik dengan investor di Danau Lau Kawar, ketidakpastian legalitas aset wisata, dan ketiadaan penghasilan desa menciptakan kebuntuan panjang.
Masyarakat sempat kehilangan kepercayaan pada pembangunan, menyaksikan bantuan pemerintah seperti kolam renang dan pedestrian tak pernah memberi keuntungan finansial. Bahkan, beberapa pihak sempat mendorong demonstrasi besar menuntut keadilan tata kelola wisata.
Di tengah ketegangan itu, tim USU hadir bukan hanya untuk memberi penyuluhan, tetapi menciptakan solusi. Bersama Prof. Dr. Nurlisa Ginting, M.Si., Kepala Pusat Unggulan IPTEK Pariwisata Berkelanjutan USU, dan para pakar seperti Prof. Dr. Rudy Sofyan, tim memulai forum ASTACITA Summit 2025 yang mengintegrasikan pemerintah, akademisi, masyarakat, dan media ke dalam kesepakatan damai dan arah pembangunan baru.
Dari forum inilah lahir Foursety, sebuah nama yang memuat filosofi kolaborasi dan interpretasi. “FOUR” merepresentasikan empat kekuatan: pemerintah, akademisi, masyarakat, dan media, sementara “SETY” dimaknai sebagai kesetiaan dalam kolaborasi dan keberanian menginterpretasikan tantangan menjadi peluang. Foursety bukan sekadar nama, melainkan identitas konseptual baru yang meneguhkan kepemilikan desa atas wisata mereka.
“Foursety bukan hanya destinasi, tetapi bukti bahwa ilmu pengetahuan dapat menyalakan cahaya bagi desa,” tegas Samerdanta Sinulingga, Selasa, 23 September 2025.
Ia menekankan bahwa pengabdian masyarakat yang dilakukan USU tidak berhenti pada seminar atau pelatihan, tetapi menjadi gerakan nyata yang mampu menghadirkan perubahan bagi kehidupan warga. Menurutnya, proses dari gagasan hingga dampak ekonomi nyata di Kutagugung menunjukkan bagaimana kolaborasi yang tepat dapat mengubah tantangan menjadi peluang.
Hanya dalam waktu kurang dari 30 hari sejak promosi dimulai pada 8 Agustus 2025, penghasilan bruto desa mencapai sekitar Rp15 juta, menandai lompatan ekonomi nyata bagi Kutagugung. Keberhasilan ini tak lepas dari partisipasi aktif warga. Seorang warga menyumbangkan sebagian lahannya untuk ekspansi kawasan wisata, ibu-ibu PKK mengelola kantin wisata, pemuda desa menjadi pemandu, dan BUMDes Deleng Lancuk mengelola Unit Wisata yang berpotensi menjadi Pokdarwis resmi.
Samerdanta Sinulingga menekankan, keterlibatan warga di semua lini memastikan wisata tidak hanya dimiliki, tetapi juga dihidupi oleh masyarakatnya sendiri.
Keberhasilan Foursety juga didorong oleh inovasi USU. Sarmedantan menyoroti inovasi tata kelola yang transparan tanpa pungli, promosi digital berbasis Instagram yang menembus target 800.000 tayangan, kolaborasi pentahelix berbasis aksi nyata yang memulihkan kepercayaan masyarakat, serta penciptaan identitas konseptual Foursety sebagai novelty dalam dunia pariwisata desa.
Menurutnya, model ini tidak hanya memberikan dampak ekonomi jangka pendek, tetapi juga membangun fondasi keberlanjutan bagi desa dan bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Sumatera Utara maupun Indonesia.
Foursety kini menjadi laboratorium hidup bagi mahasiswa USU untuk belajar manajemen wisata, pemasaran digital, dan pelayanan wisatawan. Bagi masyarakat, kehadiran wisatawan yang terus meningkat bukan hanya peluang ekonomi, tetapi juga simbol kepercayaan bahwa desa mereka mampu berdiri sendiri.
Transformasi ini membuktikan bahwa pengabdian masyarakat bisa melampaui sekadar seminar dan pelatihan, menjadi gerakan nyata yang mengubah wajah desa.
Editor : Ismail
Artikel Terkait