Demi Keadilan, Warga Tanjungbalai Ini Jalan Kaki ke Istana, Korban UU ITE Diduga Salah Tangkap

Jafar Sembiring
Demi Keadilan, Warga Tanjungbalai Ini Jalan Kaki ke Istana, Korban UU ITE Diduga Salah Tangkap. Foto: Istimewa

MEDAN, iNewsMedan.id - Perayaan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang semarak dirayakan di seluruh penjuru negeri tak sejalan dengan kisah pilu yang dialami Mahmudin alias Kacak Alonso. Warga Tanjungbalai, Sumatera Utara ini, memilih memperjuangkan keadilan dengan cara yang getir: berjalan kaki dari kampung halamannya menuju Jakarta. Tujuannya satu, mengetuk pintu Istana Presiden dan Markas Besar Kepolisian RI.

Dengan selendang Merah Putih di bahu dan spanduk bertuliskan 'Korban Kriminalisasi Kompol DK', Kacak memulai perjalanan panjangnya. Ia menuduh seorang perwira polisi di Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut, Kompol Dedi Kurniawan (DK), telah mengkriminalisasi dirinya. Laporan polisi dengan sangkaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terbit setelah ia menolak menjadi saksi dalam kasus yang melibatkan perwira tersebut.

"Hari ini sudah 16 hari saya berjalan, demi mencari keadilan di Mabes Polri dan di Kantor Presiden," ujar Kacak saat ditemui di perbatasan Riau-Jambi, Senin (18/8/2025).

Bermula dari Video Penangkapan

Kisah ini bermula dari sebuah video penangkapan terduga bandar narkoba, Rahmadi, di Tanjungbalai pada 3 Maret 2025. Kacak menyebarkan rekaman video itu di sebuah grup WhatsApp. Menurutnya, pihak kepolisian yang melakukan penangkapan keberatan dan meminta Kacak untuk menghapus video serta membuat video permintaan maaf. Ia mengaku melakukannya di bawah tekanan.

Namun, video klarifikasi itu justru tersebar luas. Merasa dirugikan, Kacak mengaku sudah kooperatif dengan datang ke Polda Sumut untuk menjelaskan duduk perkaranya. Ia bahkan sempat merasa urusannya sudah selesai, apalagi kasus Rahmadi telah disidangkan.

Namun, akhir Juli 2025, ia kembali bertemu Kompol DK. Pertemuan tak sengaja itu berujung pada ultimatum.

"Saya langsung ditodong pertanyaan: kau mau jadi tersangka atau saksi?" kata Kacak menirukan perkataan perwira tersebut.

Kacak menolak menjadi saksi karena merasa tertekan secara psikologis. Penolakannya berujung pada ancaman laporan. Tak lama kemudian, laporan polisi dengan nomor LP/B/1233/VII/2025/SPKT/Polda Sumut terbit atas namanya.

"Jangan sampai rakyat kecil yang ditekan hanya karena polisi gagal menangkap bandar narkoba," pungkas Kacak.

Editor : Jafar Sembiring

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network