Sengketa Merek Kutus Kutus, Ini Penjelasan Lengkap Pakar HKI di Persidangan

Jafar Sembiring
Sengketa Merek Kutus Kutus, Ini Penjelasan Lengkap Pakar HKI di Persidangan. Foto: Istimewa

MEDAN, iNewsMedan.id - Sidang sengketa merek minyak Kutus Kutus kembali digelar di Pengadilan Niaga Surabaya dengan nomor perkara 9/Pdt.Sus-HKI/Merek/2024/PN Niaga Surabaya. Dalam sidang tersebut, penggugat, Bambang Pranoto dan PT. Kutus Kutus Herbal, menghadirkan saksi ahli, Prof. Dr. Henry Soelistyo Budi, seorang pakar Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Dalam keterangannya pada 11 Februari 2025, Prof. Budi menjelaskan bahwa penggugat memiliki dasar hukum untuk mengajukan gugatan pembatalan merek terhadap tergugat, Fazli Hasniel Sugiharto. Ia menyoroti adanya iktikad tidak baik dalam pendaftaran merek yang dilakukan oleh tergugat.

Prof. Budi menjelaskan bahwa perubahan undang-undang merek dari prinsip "first to use" menjadi "first to file" bertujuan untuk mencegah praktik pencurian merek. Selain itu, pendaftaran merek harus dilakukan dengan iktikad baik dan disertai dengan "declaration of ownership" (pernyataan kepemilikan merek).

"Sertifikat merek adalah bukti legalitas kepemilikan yang berlaku selama 10 tahun. Jika dalam lima tahun tidak ada gugatan, maka sertifikat itu menjadi bukti sempurna kepemilikan," ujar Prof. Budi.

Namun, ia juga menekankan bahwa jika terdapat iktikad tidak baik dalam pendaftaran merek, maka batas waktu lima tahun untuk mengajukan gugatan pembatalan tidak berlaku.

"Pasal 77 bicara dengan rasioligis untuk dan atas nama kepastian hukum. Pendaftaran merek tidak lagi bisa digugat pembatalannya selewatnya dalam batas waktu 5 tahun, itu kepastian hukum. Tetapi kalau menyangkut pendaftaran merek yang latar belakangnya disisipi dengan motif bad faith maka batas waktu 5 tahun tadi tidak berlaku," jelasnya.

Prof. Budi juga menyoroti adanya potensi cacat hukum dalam pendaftaran merek oleh karyawan atas nama pribadi, terutama jika merek tersebut merupakan aset usaha keluarga. Ia menegaskan bahwa pemilik merek terdaftar tidak selalu merupakan pemilik merek yang sebenarnya.

"Jadi, kalau sampai karyawan mendaftarkan kemudian secara administratif diatasnamakan dirinya kemungkinan cacat hukum. Pemilik merek terdaftar tersebut bukan pemilik merek sesungguhnya, saya mengkonfirmasi," tegasnya.

Selain itu, Prof. Budi menyoroti adanya "double princip" dalam kasus ini, di mana terdapat pengakuan yang tidak benar tentang kepemilikan merek. Ia juga menyinggung konsep "trademark squatting" dan "passing off" dalam konteks perlindungan merek.

"Ini bicara tentang mengakui bahwa ini merek saya kalau ternyata di belakang hari ternyata bukan atau ada pihak lain yang menyatakan secara terbuka saya juga menjadi pemilik merek itu maka pernyataan tadi menjadi keterangan palsu. Itu wujud nyata iktikad tidak baik, membohongi tidak mengakui bahwa merek ini sebetulnya bukan miliknya atau bukan miliknya sendiri," terangnya.

Keterangan ahli ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai sengketa merek Kutus Kutus dan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh majelis hakim.

Editor : Jafar Sembiring

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network