Sebelum melanjutkan pembicaraan, dokter bertanya; “Siapa yang baru saja menelepon Anda dan Anda suruh untuk mendobrak pintu rumah?”
“Oh, dia saudara, Hamad yang tinggal satu rumah dengan kami sekeluarga. Dia menghilangkan kuncinya, jadi terpaksa pintunya didobrak saja.”
“Sudah berapa lama dia tinggal bersama Anda?”
“Semenjak empat tahun yang lalu dan sekarang studinya sudah tahun terakhir.”
“Bisakah Anda membawanya ke sini untuk melakukan tes supaya dapat dipastikanapakah penyakit tersebut penyakit keturunan atau tidak?”
“Dengan senang hati kami akan datang besok pagi ke sini,” jawab Khalid.
Keesokan harinya, Khalid bersama saudaranya, Hamad pergi ke rumah sakit untuk melakukan tes medis dan diagnosa penyakit. Dokter meminta Khalid datang seminggu lagi untuk mengetahui hasilnya.
Selama satu minggu menunggu hati Khalid tidak tenang dan dia susah tidur. Akhirnya, pada hari yang telah ditentukan, dia datang ke rumah sakit. Dokter menyambut dengan senang hati sambil menyuguhkan secangkir lemon untuk menenangkan hatinya. Dokter itu membuka pembicaraan dengan anjuran untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah dunia, dan semua hal yang berkaitan dengannya. Namun, Khalid sudah tidak sabar, dia memotong pembicaraan,
“Dokter, saya mohon jangan menakut-nakutiku seperti itu. Saya siap menanggung penyakit apapun karena semuanya adalah keputusan Allah, apa sebenarnya penyakitku dokter?” tanya Khalid harap-harap cemas.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait