"Jangan sampai merusak kepercayaan publik yang bisa berdampak buruk bagi upaya penjaminan produk halal. Masyarakat harus diyakinkan dengan kerja serius kita. Kalau masyarakat sudah tidak percaya, bisa hancur. Jangan sampai hanya mengejar target kuantitatif jadinya yang keluar adalah halal-halal an," tegas Niam yang juga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Miftahul Huda, menyatakan bahwa proses sertifikasi halal melalui self declare memiliki risiko tinggi. Pihak yang terlibat harus ekstra teliti dan mematuhi standar halal yang berlaku.
"Harus benar-benar memastikan bahwa produk tersebut merupakan produk yang sudah jelas kehalalannya dan proses produksi sederhana. Juga harus memperhatikan titik-titik kritis dalam proses halal", ujarnya.
Direktur Halal Corner, Aishah Maharani, menambahkan bahwa sertifikasi halal tanpa audit dapat menghancurkan reputasi Indonesia di kancah global. Ia mengusulkan sistem sertifikasi halal yang lebih baik, termasuk adanya audit oleh auditor halal dan penggunaan manual SJPH dalam proses self declare.
"Namun jika tidak bisa, metode self declare sebaiknya dihapus saja, karena sudah nyata mudaratnya. Ini juga tidak sejalan dengan spirit penjaminan yang didahului dengan audit. Sebagai gantinya, dibuatkan sistem sertifikasi halal gratis dengan metode reguler dengan memberdayakan P3H sebagai pendamping usaha mikro sebelum pendaftaran sertifikasi halal, audit halal tetap dilakukan oleh auditor halal, bukan P3H," tegasnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait