Padahal, harga minyak goreng yang berlaku sesuai mekanisme pasar itu masih Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu per liternya. Jadi pedagang tidak berani menjual minyak goreng. Ini bisa memicu terjadinya kelangkaan minyak goreng itu sendiri.
“Kalau saya menilai kebijakan menteri perdagangan itu baik bagi konsumen. Tetapi tahapan implementasi yang seperti sekarang ini justru membuat masyarakat bingung,” ujarnya.
Disampaikan Gunawan, pedagang mengeluh karena mereka juga dirugikan akibat konsumen mencari minyak goreng seperti arahan pemerintah. Menurutnya, kisruh ini imbas dari implementasi kebijakan yang belum merata dirasakan masyarakat. Kalau kebijakan ini mau tetap dilanjutkan, maka subsidi harus matang di level produsen minyak goreng.
Bukan di level distributor, pedagang besar atau di ritel modernnya. Karena akan tetap muncul harga minyak goreng dengan varian harga yang berbeda. Dan bisa memicu spekulan. Kebijakan DMO/DPO pemerintah ini sebenarnya bisa membuat harga minyak goreng seragam di level produsen.
“Tapi yang namanya resitensi dari pengusaha atau petani sawit akan bermunculan. Kalau kebijakan subsidi ini tetap dilanjutkan, harapannya adalah agar segera harga minyak goreng sesuai dengan arahan pemerintah. Kalau kebijakan ini dibatalkan, ini terkait dengan marwah si pembuat kebijakan. Jadi bola panasnya ada di pemerintah saat ini,” terangnya.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait