MEDAN, iNewsMedan.id - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan pilihan yang dilematis bagi pemerintah. Jika tidak dinaikkan maka semakin menambah beban subsidi energi pada APBN, sementara 80 persen subsidi BBM selama ini dianggap tidak tepat sasaran. Di sisi lain, kenaikan BBM akan memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Kanwil I KPPU, Ridho Pamungkas mewanti-wanti kepada pelaku usaha untuk tidak menjadikan kenaikan BBM sebagai kedok dan aji mumpung dalam menaikkan harga komoditas pangan dan komoditas lain secara tidak wajar.
Guna mencegah terjadinya lonjakan harga yang terbentuk karena perilaku kartel atau monopoli, KPPU akan mengawasi tata niaga barang dan jasa. Terlebih untuk kelompok jenis barang dan jasa yang produsennya menjadi kelompok yang menguasai barang dan jasa di pasar.
"KPPU nantinya akan melakukan hitung-hitungan harga keekonomian dari produk barang dan jasa untuk menilai apakah peningkatan harga barang dan jasa yang dijual sebanding dengan kenaikan harga bahan bakar atau biaya transportasi. Sehingga akan ada indikasi awal yang bisa dijadikan patokan untuk menelusuri dugan-dugaan praktek kartel dalam menentukan harga barang dan jasa setelah kenaikan harga BBM itu sendiri," ujarnya, Senin (5/9/2022).
Disamping pengawasan, KPPU Kanwil I juga akan ikut mengkaji penyederhanaan rantai pasok dan jalur distribusi bahan pokok sehingga dapat menahan laju inflasi.
"Selain pemerintah sendiri juga dapat mengantisipasi kenaikan harga pangan dengan mengalihkan subsidi atau insentif lain pada angkutan distribusi bahan pangan," pungkas Ridho.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait