Bisnisnya yang terus berkembang dan menggurita, hingga turut memajukan Kota Medan, tak luput dari prinsip hidup Tjong A Fie. Dia selalu mengamalkan tiga hal, yakni jujur, setia, dan bersatu.
Tjong A Fie juga selalu menghormati wilayah yang di datanginya. Prinsipnya "Di mana langit dijunjung di situ bumi dipijak". Dia juga tak rakus menguasai hartanya. lima persen dari keuntungan usahanya selalu di bagikan kepada para pekerja.
Semasa hidupnya, Tjong A Fie sangat berjasa atas perkembangan Kota Medan. Kota yang kala itu dikenal dengan nama Deli Tua, mendapatkan sumbangan menara lonceng untuk Gedung Balai Kota Medan yang lama dari Tjong A Fie.
Tjong A Fie juga membantu pembangunan Istana Maimoon, Gereja Uskup Agung Sugiopranoto, Kuil Buddha di Brayan, Kuil Hindu untuk warga India, Batavia Bank, Deli Bank, Jembatan Kebajikan di Jalan Zainul Arifin serta mendirikan rumah sakit Tionghoa pertama di Medan bernama Tjie On Jie Jan. Dia juga berperan dalam pembangunan Masjid Raya Al-Mashum dan Masjid Gang Bengkok.
Dia juga dikenal sebagai pelopor industri perkebunan dan transportasi kereta api pertama di Sumatera Utara, yakni Deli Spoorweg Maatschappij (DSM). Hingga kini karya itu masih bisa dirasakan, berupa jalur kereta api yang menghubungkan Kota Medan dengan Pelabuhan Belawan.
Sebelum meninggal dunia, Tjong A Fie membuat wasiat dengan menyerahkan seluruh kekayaannya di Sumatera maupun di luar Sumatera kepada Yayasan Toen Moek Tong. Yayasan tersebut, harus didirikan Medan dan Sungkow, pada saat dia meninggal dunia.
Tak hanya itu, dalam wasiatnya, dia membuat pernyataan tertulis agar yayasan itu nantinya juga memberikan bantuan keuangan untuk kepentingan penyelesaian pendidikan kepada para pemuda berbakat, dan berkelakuan baik, tanpa membedakan kebangsaan.
Editor : Odi Siregar