Desakan PTDH Kompol Dedi Kurniawan Menguat, Roni Prima: Ini Alarm Serius bagi Polri

JAKARTA, iNewsMedan.id - Praktisi hukum, Roni Prima, mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Kompol Dedi Kurniawan (DK). Desakan ini menyusul aksi unjuk rasa di Polda Sumatera Utara (Sumut) yang menuntut pemecatan perwira tersebut atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan rekayasa kasus.
Roni Prima, yang pernah menjadi kuasa hukum korban pemerasan oleh Kompol DK pada tahun 2021, menilai pelanggaran yang dilakukan DK sudah cukup menjadi alasan kuat untuk PTDH.
"Kasus ini kembali jadi perhatian karena viral. Tapi saya sudah bersentuhan dengan masalah ini sejak empat tahun lalu. Saat itu, klien saya diperas Rp200 juta dan mobilnya, Pajero Sport, ikut dirampas. Dan pelakunya adalah DK," kata Roni, Rabu (6/8/2025).
Menurut Roni, kasus tersebut seharusnya sudah berujung pada sanksi etik berat. Namun, alih-alih diberhentikan, Kompol DK justru bertahan dan kini menjabat sebagai Kanit I Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut. Roni juga mengaku pernah bertemu dengan pejabat Polri terkait kasus ini, termasuk Brigjen Hendra Kurniawan saat menjabat Kabiro Paminal Divpropam.
"Ini yang menjadi tanya besar. Sudah ada pelanggaran etik berat, tapi entah kenapa, DK tidak di-PTDH," ujar Roni.
Kasus Rahmadi Memicu Gelombang Kemarahan Warga
Tuntutan pemecatan Kompol DK memuncak setelah ratusan warga Tanjungbalai menggelar unjuk rasa di Mapolda Sumut pada Jumat, 25 Juli 2025. Aksi ini dipicu oleh penangkapan Rahmadi, warga Tanjungbalai, yang dituduh memiliki 10 gram sabu-sabu. Rahmadi membantah tuduhan itu dan menuding narkoba tersebut diletakkan oleh petugas saat penangkapan pada Maret 2025.
Selain itu, Rahmadi mengaku dianiaya oleh tim yang dipimpin Kompol DK. Rekaman CCTV yang memperlihatkan dugaan kekerasan itu beredar luas di media sosial, memicu gelombang kemarahan publik. Massa, yang sebagian besar terdiri dari kaum ibu, membawa spanduk dan menggelar teatrikal 'tactical pocong' sebagai simbol matinya keadilan.
Suhandri Umar Tarigan, pengacara Rahmadi, menyatakan dugaan manipulasi barang bukti merupakan pelanggaran serius. "Jika benar barang bukti narkoba itu merupakan rekayasa, ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi pidana berat," katanya.
Menanggapi tuduhan tersebut, Kompol Dedi Kurniawan membantah keras dan menegaskan bahwa seluruh proses penangkapan telah dilakukan sesuai prosedur.
Namun, Roni Prima menegaskan, pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan anggota Polri hanya akan merusak kepercayaan publik. "Kalau satu oknum nakal dibiarkan, yang rusak bukan hanya citra institusi, tapi juga keadilan itu sendiri," tegasnya.
"Sekarang muncul kasus baru lagi, dan pelakunya orang yang sama. Ini alarm serius bagi Polri," kata Roni sembari mendesak agar tidak ada lagi kompromi dan Kompol DK segera di-PTDH.
Editor : Jafar Sembiring