MEDAN, iNewsMedan.id - Masih ingat kasus bullying atau penganiayaan dialami siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan berinisal MH (14) yang viral di media sosial?
Kasus ini terungkap setelah Anisa kakak korban mengungkapkan hal itu di media sosial di akun TikTok @anisamwl.
Dalam videonya Anisa mengungkapkan adiknya dirundung oleh sesama siswa MAN 1 dan para alumni sekolah tersebut.
"Telah terjadi pembullian pada adik saya, dia sekolah di MAN 1 Medan," ujarnya, dikutip dari akun TikTok @anisamwl pada Sabtu (25/11/2023) lalu.
Unggahan ini pun langsung mematik reaksi. Disebutkan Anisa adiknya dipaksa memakan lumpur, menjilat sendal, makan daun dan ranting, dan meminum air ludah para pelaku perundungan.
Atas hal itu, Anisa langsung mention pihak kepolisian serta Wali Kota Medan lewat postingannya tersebut. "Tolong segera ditindak lanjuti pak @polrestabes.medan, @poldasumaterautara, @bobbynst," tuturnya.
Kemudian, Anisa juga meminta bantuan netizen agar menyebarluaskan kejadian yang dialami oleh adiknya.
"Mohon share teman-teman, biar tidak ada lagi anak-anak di luar sana yang meraskaan kekerasan oleh anak yang tidak bermoral dan akan yang sudah merusak mental anak lain," ujarnya.
Kasus perundungan ini mendapat respons dari netizen di media sosial. Di mana, warganet beramai-ramai mention akun TikTok Bobby Nasution agar masalah ini bisa ditindaklanjuti.
"Semoga adik saya segara mendapat keadilan, dan para pelaku yang menyiksa dan membuat mental adik saya rusak bisa mendapatkan balasan yang setimpal," pungkas Anisa.
Terkait kasus tersebut, pihak kepolisan telah menetapkan empat tersangka dan dua di antaranya telah ditangkap terkait kasus pembullyan dan penganiayaan yang dialami MH.
Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa mengatakan bahwa pihak kepolisan telah menetapkan empat orang tersangka, di mana dua tersangka telah ditangkap yakni teman korban inisial A (14) dan mahasiswa inisial AH.
"Saat ini dari 2 pelaku yang ditangkap keterangan masih kami dalami, pelaku yang lain sudah kami ketahui posisinya, saat ini sedang proses kami lakukan penindakan," katanya, Rabu (29/11/2023) lalu.
Fathir menuturkan bahwa dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap para pelaku itu, mereka mengakui perbuatannya tersebut.
"Perannya ini masing-masing, ada yang melakukan pemukulan dan juga yang melakukan tindakan seperti yang disampaikan oleh korban,'' terangnya.
Fathir juga belum merinci penyebab penganiayaan, tapi dari dugaan sementara kejadian ini dipicu perselisihan antara dua geng di sekolah berbeda. Korban dianggap pelaku berada berseberangan dengan kelompoknya.
"Untuk penyelidikan sementara yang kami dapat dari keterangan 2 pelaku yang ditangkap ini motifnya sakit hati antara kelompok yang satunya dengan kelompok lain," ungkap Fathir.
Atas perbuatannya kini pelaku disangkakan Pasal 80 ayat 2 UU perlindungan anak dengan ancaman pidana diatas 5 tahun.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi menjelaskan terkait dengan beberapa kasus yang melibatkan remaja khususnya anak-anak sekolah, tentu pihak kepolisian selalu menggandeng dan berkolaborasi dengan dinas-dinas terkait, masyarakat pihak sekolah untuk terus melakukan langkah-langkah persuasif dan preventif.
"Langkah-langkah itu sudah sering dilakukan dan itu terus dilakukan seperti langkah bagaimana kita mensosialisasikan bahaya narkoba dan mendatangi dari pihak-pihak sekolah untuk menyampaikan bagaimana bahayanya seperti tindak pidana yang hanya ingin mengeksploitasi diri yang keliru pada akhirnya berurusan dengan hukum dan berurusan dengan pidana dan sosialisasi itu terus kita lakukan," beber dia.
Upaya-upaya edukasi, literasi pada pihak sekolah bersama-sama dengan yang lainnya juga kita lakukan. Hal ini bukan tanggung jawab polisi saja tapi ini merupakan tanggung jawab bersama butuh kepedulian dari semua lingkungan.
Pengawasan dan patroli dari pihak kepolisian itu merupakan bagian dari langkahpreventif yang dilakukan oleh pihak kepolisian dengan meningkatkan kegiatan patroli, memberikan teguran-teguran secara langsung di lapangan.
Sementara tindakan yang telah dilakukan pihak kepolisian itu tentu menghalau mereka terutama yang remaja berkonvoi sepeda motor dan akan dibubarkan. Kalau pun ada dari mereka yang melakukan perlawanan tentu ada SOP yang diterapkan terhadap anak-anak seperti itu.
Siswa Bertemu dengan Orang-Orang Luar
Kasus perundungan yang dialami MH tentu mengenjutkan bukan hanya pihak MAN 1 Medan tetapi juga warga Medan lainnya.
Lantas apa sikap Kepala MAN 1 Medan Reza Faisal?
Reza Faizal saat dimintai komentarnya mengaku langsung dihubungi dan diarahkan Kakanwil Kemenag Sumut untuk menjenguk anak korban.
"Sudah kami lakukan saat itu dan kami melihat kondisinya. Kami mendengar langsung kronologi dari korban," ujar Reza.
"Kalau di dalam sekolah tidak ada seperti itu. Namun, kita punya kegiatan ekstra kulikuler sebanyak 33 ekskul dan memang tidak ada yang seperti geng motor," ungkap dia.
Namun, lanjut Reza, memang setelah kejadian ini ternyata anak-anak di luar sekolah bertemu dengan orang-orang luar dan tidak langsung pulang.
"Mereka kadang-kadang berkumpul sama temannya. Dan itu di luar sepengetahuan kita," kata dia.
Pasca kejadian itu, keluarga korban langsung melihat ada luka yang nampak dan pihak keluarga langsung menghubungi pihak kepolisian dan membawa korban ke rumah sakit.
Menurut informasi dari pihak kepolisian pelakunya merupakan alumni dari MAN 1 Medan.
Pasca kejadian itu MAN 1 Medan membentuk tim pencegahan perundungan yang tugasnya salah satunya menyisir anak-anak yang teridentifikasi mengikuti kegiatan kelompok-kelompok yang sifatnya ada kekerasan dan tidak baik.
"Kami juga langsung dibina oleh Kanwil Kemenag Sumut dalam hal ini bidang pendidikan agama," papar Reza.
Reza mengungkap bahwa korban kesehariannya di sekolah seperti anak-anak biasa, datang ke sekolah seperti biasa.
Mulai dari Tekanan Kelompok, Gadget hingga Gep Sosial Jadi Pemicu Solusinya Harus Holistik
Terkait kasus bullying di MAN 1 Medan ternyata banyak faktor penyebabnya. Misalnya mulai dari kondisi sosial yang tidak setara.
" Kasus di MAN 1 itu mungkin karena tekanan kelompok atau juga mereka kurang menyadari dampak negatif yang mereka lakukan. Jadi, hal-hal itu bisa memicu terjadinya persoalan bullying itu dan mungkin karena ketidak cocokan individu juga bisa, banyak faktor kompleks dan bisa juga perbedaan budaya, masalah keluarga dan sebagainya. Jadi kita harus mencari akar permasalahan tersebut. Hal-hal itu bisa berdampak," sebut pengamat pendidikan Kota Medan, Nelly Armayanti, SP. MSP
Nelly menawarkan solusi dari kasus bully ini yakni melakukan pendekatan secara holistik. Artinya, melakukan edukasi, pembentukan komunitas enklusif yang melibatkan heterogen berbagai macam ragam dan dukungan psikologis kalau seandainya individu itu sudah terlibat dalam prilaku bullying tersebut.
"Kejadian ini di luar sekolah, jadi individu si anak itu tidak terlepas dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga. Jadi yang menyebabkan bullying itu berbagai faktor di antaranya kalau di lingkungan sekolah bisa dibentuk dari keluarga ada faktor ketidaksetaraan sosial atau gep lingkungan sosialnya atau gep ekonomi. Jadi, ketika dia sebagai individu di lingkungan sekolah, sebetulnya dia tidak terlepas dari lingkungan rumah juga dan yang sering terjadi kadang-kadang dia tidak bisa membedakan antara identitas di sekolah dengan di luar sekolah," beber Nelly.
Sementara soal pengawasan, Nelly melihat hal itu memang penting, karena pengawasan itu bisa mengurangi prevalensi perilaku bullying itu.
"Kadang-kadang meadset-nya orang-orang di luar mengatakan belum terjadi kepada anakku, nah ini harus kita edukasi. Karena apapun prilaku itu menyangkut semua anak karena anak orang lain adalah anak kita juga. Jadi, bukan memperlakukan kalau itu terjadi kepada keluarga kita, baru kita antisipasi. Kalau ada gejala-gejala seperti itu artinya akan bisa berdampak kepada semua anak," sebut Nelly mengingatkan.
Jadi, penanganannya harus penanganan holistik secara keseluruh terintegrasi dan itu yang paling penting. Jadi, pengawasan di sekolah, keluarga juga penting bagaimana mengedukasi anak-anak.
Nelly juga mengingatkan teknologi yang semakin berkembang. Percepatan teknologi komunikasi, gadget yang semakin berkembang tidak diiringi dengan literasi juga sangat berdampak. Karena konten-konten di gadget bisa mempengaruhi alam bawah sadar mereka dan meadset mereka, apalagi prilaku yang negatif.
Konten-konten yang negatif itu dan percepatan teknologi itu tidak dibarengi dengan literasi dan itu yang sayangkan.
"Kalau di negara maju percepatan teknologi dibarangi dengan literasi. Nah, kalau di kita belum bisa menerima itu," ucap Nelly.
Karena percepatan teknologi itu dan gampang diperoleh ternyata banyak aspek-aspek yang muncul secara perilaku. Misalnya karena instan mendapatkan maka banyak orang yang tidak bertanggung jawab dan mudah emosi sering tidak mementingkan dampak negatifnya.
"Sekarang kita lihat kalau apa-apa selalu diviralkan ke media sosial, nah, ini mereka tidak melihat dampaknya ke depan seperti apa dan ini banyak orang yang tidak sadar," beber dia.
Selain itu gep sosial bisa menunjukan siapa jati dirinya (orang kaya atau terpandang) dan bisa menindas orang yang lemah.
Jadi pendidikan keluarga juga sangat penting mengantisipasi masalah bully. Jadi,akar masalahnya tidak satu, bisa bermacam ragam karena kompleks. Dan untuk penanganannya juga harus berhati-hati.
Di sisi lain pola asuh sudah berbeda dengan pola asuh yang dulu. Banyak anak sekarang kalau dimarahi guru lapor ke keluarga dan keluarga balik marahi guru.
Hal ini berbeda sekali dengan pola asuh pada masa dulu. Sekarang banyak anak-anak yang kurang literasi karena pengaruh teknologi yang semakin berkembang.
Seharusnya di lembaga-lembaga pendidikan harus terus dikembangkan literasi untuk perkembangan teknologi. Nah, budaya masyarakat belum terbangun literasi itu dan sulit menjadi kesadaran dan menjadi kebiasaan atau hebit dan mau tidak mau ini harus dibangun. "Ini menjadi pembelajaran kita, supaya tidak terjadi di keluarga kita," pungkas Nelly.
Diawali Sikap Permisif Orangtua, Diakhiri Tindakan Agresif dan Balas Dendam Anak Terhadap Teman
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Programme for International Students Assessment (PISA, 2018), Psikolog sekaligus Direktur Minauli Consulting Irna Minauli mengungkapkan Indonesia menempati posisi kelima tertinggi dari 78 negara yang muridnya paling banyak mengalami perundungan (41,1%).
Angka ini jauh melampaui rata-rata negara anggota OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) yang hanya sebesar 22,7%.
Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman, namun kenyataannya sering menyimpan sumber trauma yang mendalam bagi mereka yang mengalaminya.
Jika dilihat dari pola pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak yang melakukan perundungan, tampaknya pola asuh permisif, orang tua yang serba boleh membuat anak tidak mengenal aturan dan norma-norma sosial yang harus diikuti dan ditaati anak.
Selain itu, anak yang menyaksikan atau mengalami kekerasan dalam rumah tangga juga membuat anak menjadi lebih agresif karena mereka memendam kemarahan yang sangat besar.
Terlebih ketika hubungan dengan saudara kandung yang kurang akur, juga menimbukan perasaan tidak berdaya sehingga kesemuanya itu membuat anak berusaha mendapat perasaan berharga dan berkuasa dengan cara melakukan perundungan terhadap anak-anak lain.
Faktor kepribadian tertentu juga mempengaruhi seseorang lebih rentan untuk melakukan perundungan. Mereka yang memiliki harga diri yang rendah membuat mereka cenderung untuk mengkompensasi kekurangannya dengan menunjukkan dominasinya pada anak lain.
Ketika ada anak lain yang tidak mengikuti apa yang diinginkannya membuat dirinya merasa sangat tersinggung karena dianggap melukai harga dirinya. Mereka sering kali memberikan komentar negatif terhadap penampilan, kemampuan atau kecerdasan anak-anak lain.
Mereka menjadi tidak toleran terhadap suku, budaya atau gaya hidup anak lain. Sikap yang penuh prasangka ini biasa diperoleh dalam pengasuhan dalam keluarganya dan diperkuat ketika mereka berada dalam lingkungan pertemanan yang kurang baik.
Lingkungan pergaulan para remaja juga berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya perundungan. Kelompok remaja yang kohesif, yang memiliki keeratan antara satu anggota dan anggota lainnya, lebih rentan melakukan perundungan ketika mereka memiliki objek sasaran yang tidak disukai oleh pemimpin geng tersebut.
Mereka yang ingin diterima dan diakui oleh kelompoknya membuat mereka mengikuti apa yang diperintahkan oleh pemimpinnya. Umumnya kelompok-kelompok tersebut lebih rentan melakukan pelanggaran-pelanggaran lain seperti merokok, bolos atau cabut dari sekolah. Akibatnya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah.
Pola perpeloncoan dimana seorang senior mengharapkan perhatian dan penghormatan penuh dari juniornya merupakan hal yang sangat rentan terhadap terjadinya perundungan.
Para senior yang memiliki masalah perilaku dan harga diri yang rendah, cenderung membutuhkan penghormatan penuh dari juniornya. Mereka cenderung menggunakan kekuatan dan kekerasan secara fisik untuk mendapatkan penghormatan tersebut.
Perilaku yang agresif menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan mengontrol diri yang rendah sehingga mudah marah. Mereka menggunakan kekerasan dan dominasi.
Pola perpeloncoan inilah yang kemudian sering menimbulkan siklus perundungan yang terus berulang.
Mereka yang awalnya merupakan korban perundungan ketika masih menjadi junior, kemudian berubah menjadi pelaku ketika berada pada posisi senior. Ada pola balas dendam atas apa yang pernah mereka alami sebelumnya.
Pada kasus pelajar putri, jenis perundungan juga perlu diwaspadai. Meskipun mereka jarang menggunakan perundungan secara fisik, namun jenis perundungan yang sering terjadi berbentuk verbal maupun sosial, misalnya dengan mengucilkan temannya.
Kesemua jenis perundungan ini sangat berpengaruh buruk bagi perkembangan mental mereka yang mengalaminya, baik sebagai pelaku, korban, bahkan sebagai penonton (bystander) sekalipun. Itu sebabnya gerakan sekolah anti-perundungan harus segera diwujudkan. Sekolah terbukti menjadi tempat terjadinya perundungan yang paling sering terjadi.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta