MEDAN, iNewsMedan.id- Tim Kuasa Hukum mantan Sekda Samosir, Jabiat Sagala mendatangi kantor Kejati Sumatera Utara, Senin (31/5). Mereka datang untuk menanyakan tindak lanjut terhadap laporan dan pengaduan yang mereka ajukan pada bulan Agustus 2022.
Tim kuasa hukum yang dipimpin Parulian Siregar SH MH itu meminta agar Kejati Sumatera Utara membuka kembali penyidikan kasus Penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non-Alam dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat Tahun 2020 di Kabupaten Samosir serta menuntaskannya.
"Kami mempertanyakan kepada Kejati Sumut terkait laporan dan pengaduan atas adanya indikasi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi pada Penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non-Alam dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat Tahun 2020 di Kabupaten Samosir pada 17 Maret 2020 sampai 31 Maret 2020," tegas Parulian Siregar didampingi rekannya, Hutur Irvan Pandiangan.
Sebab, kata Parulian, masih ada pihak lain yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kasus korupsi itu dan hingga kini belum diadili.
"Oleh karena itu, kami meminta agar Kejati Sumut berlaku adil dalam menegakkan hukum dan tidak memilah–milah dengan memproses laporan dan pengaduan yang kami sampaikan pada tanggal 30 Agustus 2022 lalu, dan telah diterima oleh PTSP Kejati Sumut," tegasnya.
Dikatakan Parulian, hal itu juga berdasarkan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Reg. Nomor : 28/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mdn atas nama terdakwa Drs. Jabiat Sagala.
"Dalam dakwaan JPU, dana siaga darurat penanggulangan bencana non alam penanganan Covid-19 sebesar Rp.1.880.621.425, yang mana bersumber dari Anggaran untuk Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Kabupaten Samosir TA. 2020 sebesar Rp3 miliar yang ditempatkan dalam Anggaran Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebagai Satuan Kerja Perangkat Keuangan Daerah (SKPKD) atau Bendahara Umum Daerah (BUD) tidak sesuai dengan peruntukan Dana Belanja Tidak Terduga," sebutnya.
Menurutnya, anggaran untuk BTT APBD Kabupaten Samosir TA. 2020 sebesar Rp3 miliar dipergunakan untuk status tanggap darurat bukan siaga darurat, sehingga bertentangan dengan ketentuan Peraturan Bupati (Perbup) Samosir Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Tidak Terduga yakni Pasal 5 Ayat (1), (2), (3), (4) dan (5).
"Hal itu sesuai dengan pertimbangan majelis hakim tingkat pertama maupun putusan MA," katanya.
Dalam amar putusannya, sambung Parulian, majelis hakim yang menyatakan, bahwa perbuatan Jabiat Sagala dalam jabatan maupun kedudukannya selaku Ketua Pelaksana dalam Penanggulangan Covid-19 di Samosir Tahun 2020 dalam pengelolaan penggunaan dana tak terduga penanggulangan bencana non-alam percepatan penanganan Covid-19 yang dilakukan Tidak Ada Kajian atau Penilaian untuk menentukan status siaga darurat Covid-19 di Kabupaten Samosir dan hingga tanggal 21 Juni 2020.
"Dan belum ada penduduk Kabupaten Samosir yang terkonfirmasi Covid-19 dan status wilayah Kabupaten Samosir dikategorikan dalam zona hijau, sehingga tidak pernah dilakukan lockdown di Samosir," sebutnya.
Selain itu, kata Parulian, bahwa berdasarkan dari konstruksi hukum yang diuraikan oleh JPU dalam surat dakwaan dan tuntutannya, serta pertimbangan hukum majelis hakim terhadap Jabiat Sagala untuk menentukan status siaga darurat Covid-19 di Samosir, adalah kewenangan dan tanggung jawab dari Drs. Rapidin Simbolon yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Samosir.
"Hal itu sesuai dengan SK Nomor 88 Tahun 2020 Tentang Penetapan Status Siaga Darurat Bencana Non Alam Covid-19 di Kabupaten Samosir, SK Nomor: 89 Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kabupaten Samosir, SK Nomor: 103 Tahun 2020 tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga Untuk Pencegahan Dan/Atau Penanganan Covid-19 di Kabupaten Samosir," sebutnya.
Ditegaskan Parulian, hal ini juga telah diterangkan Rapidin Simbolon ketika dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan, yang mengeluarkan SK Nomor: 88 Tahun 2020, SK Nomor: 89 Tahun 2020 dan SK Nomor: 103 Tahun 2020.
"Sehingga tidak tepat secara hukum apabila atau seandainya terdapat kesalahan dalam menentukan status siaga darurat covid-19 di Kabupaten Samosir bukanlah menjadi tanggung jawab atau kewenangan dari klien kami yakni Jabiat Sagala, akan tetapi yang bertanggungjawab dan memiliki kewenangan mengeluarkan status siaga darurat Covid-19 adalah Bupati Samosir saat itu," tegasnya.
Oleh karenanya, sambung Parulian, seharusnya Bupati Kabupaten Samosir Rapidin Simbolon, turut patut diminta pertanggungjawaban secara hukum dalam perkara tersebut.
"Berdasarkan fakta-fakta yang ada, kami meminta agar Kejati Sumut dapat memproses laporan dan pengaduan tersebut dan segera menindaklanjuti proses hukum terhadap Rapidin Simbolon selaku penanggungjawab Gugus Tugas Covid-19 di Samosir Tahun 2020," katanya seraya menegaskan akan terus memantau perkembangan laporan tersebut, dan apabila belum ditindaklanjuti, pihaknya akan membawa massa ke Kejati Sumut untuk menggelar aksi dan akan melaporkan kasus tersebut ke Kejagung RI.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Utara (Sumut) Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan laporan tersebut.
"Terkait surat tersebut benar ada diterima. Dan pasti surat tersebut telah dipelajari oleh jaksa yang ditunjuk untuk mempelajarinya. Apa hasilnya nanti, akan kita cek kembali," sebut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang itu.
Terpisah, Rapidin Simbolon yang saat imi menjabat sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Utata ketika dikonfirmasi terkait dirinya dilaporkan ke Kejati Sumut, belum menjawab hingga berita ini dimuat.
Editor : Ismail