Hukum Yang Bergerak Sebagai Alternatif Penegakan Hukum Pada Masyarakat Dalam Pencari Keadilan (Civic Engagement) Pada Fenomena
"No Viral No Justice"
Ibnu Qayim Mengungkapkan bahwa Hukum itu bergerak sesuai dengan perkembangan Masa, Zaman, Tempat, Situasi dan niat. Adanya perubahan dan perbedaan hukum pada dasarnya merujuk kepada esensi yang senanatiasa berasaskan kemaslahatan manusia. Dengan tujuan mewujudkan suatu keadilan hukum, kemaslahatan, dan kebajikan. Setiap masalah yang yang tidak memenuhi asas keadilan sesungguhnya bertentangan dengan syariat Islam.
Melihat beberapa kasus yang baru ditindaklanjuti sesudah viral terlebih dahulu yang melibatkan masyarakat (civic engagement) diharapkan dapat lebih berperan aktif dan bijak dalam memanfaatkan media sosial. Keterlibatan masyarakat (civic engagement) melalui media sosial diharapkan dapat mempengaruhi penegakan hukum yang ada di Indonesia, sehingga terwujudnya keadilan hukum bagi seluruh rakyat indonesia yang terkandung dalam sila ke V, kemudian dari paa itu dalam hal melaporkan pengaduannya agar dapat ditindaklanjuti sesuai yang diharapkan. Di saat yang sama para aparat penegak hukum wajib mengedukasi dirinya kembali melalui evaluasi atas kinerja yang telah dilakukan sebagai penegak hukum dalam menangani kasus-kasus yang ada, sehingga proses hukum di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Kerja sama yang baik dari masyarakat Indonesia, aparat penegak hukum, dan teknologi digitalisasi diperlukan untuk mewujudkan keadilan hukum di Indonesia.
Keberadaan fenomena “no viral no justice” berakibat lahirnya suatu budaya baru bagi masyarakat, yaitu civic engagement melalui forum digital. Dimana keterlibatan masyarakat (civic engagement) untuk turut andil dalam menegakkan keadilan dapat dilakukan dengan cara yang cukup praktis melalui forum digital .
fenomena viral ini adalah sebagai bentuk kontrol sosial pada era keterbukaan informasi pada kultur media baru yang menunjukkan bahwa kritisisme masyarakat terhadap isu menyangkut kepentingan publik meningkat. Kendali sosial warganet ditujukan pada perilaku menyimpang pejabat publik dengan fitur punitif yang bekerja lewat humiliasi, cibiran dan cela untuk mendiskreditkan kredibelitas oknum pejabat publik yang menyimpang. Dalam banyak kasus, aktivisme ini berhasil menjemput respon maksimal dari otoritas untuk melakukan upaya korektif.
Civic Engagement melalui forum digital dengan menggunakan media sosial dapat digunakan sebagai wadah penghukuman publik, dimana persepsi buruk masyarakat terhadap kinerja hukum, terutama pada aspek pengawasan otoritas terhadap etika perilaku aparat penegak hukum. Kegagalan Polri sebagai aparat penegak hukum dalam menindak pelanggaran yang sering dilakukan aparaturnya mendorong masyarakat untuk ikut mengambil peran kendali sendiri dengan memanfaatkan media sosial. Sebagaimana keterlibatan masyarakat (civic engagement) melalui forum digital dengan menggunakan media sosial berfungsi sebagai pengawas apabila yang seharusnya dilakukan oleh negara tidak berjalan optimal, maka masyarakat harus ambil bagian untuk memviralkan.
Forum digital dengan menggunakan media sosial ini telah menciptakan pemahaman baru bahwa hukum itu bergerak melalui kritik yang mampu menjangkau otoritas, maka keluhan publik membutuhkan resonansi suara yang besar, dan metode viral menjadi altenatif penegakan hukum yang responsif, terutama jika disebarluaskan lewat akun-akun berpengaruh dan yang berpengikut banyak.
Berkaitan dengan fenomena “no viral no justice” yang terjadi belakangan ini merupakan sebagai kontrol sosial yang efektif dan juga efisien. Sebab fenomena tersebut merupakan alat yang sangat tepat untuk memberikan tekanan dengan mengumpulkan massa dalam memviralkan suatu informasi, sehingga mampu mendorong respon yang lebih cepat, khususnya respon dari subjek atau otoritas yang disorot, dan secara eksternal juga bermanfaat sebagai pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Selain itu, hadirnya fenomena viral ini juga telah mampu mendatangkan respon relatif lebih cepat dan dengan upaya yang lebih minim jika dibandingkan dengan pengaduan formal birokratis yang tersedia.
Alat penegak keadilan alternatif dengan lahirnya fenomena “no viral no justice” yang terjadi di ruang digital menunjukkan bahwa adanya bentuk simpati dan kepedulian yang lahir oleh masyarakat karena ketidakadilan hukum yang terjadi. Misalnya, ketika Anda sedang scroll halaman beranda media sosial Anda, tiba-tiba muncul sebuah postingan yang mengganggu hati nurani Anda, maka secara refleks Anda akan merespons postingan tersebut. Melihat hal tersebut, maka fenomena “no viral no justice” yang terjadi di ruang digital ini telah menjadi opinion leader yang diawali dengan sebuah postingan. Sebagaimana postingan tersebut dilatarbelakangi sebagai agitator yang akan mempengaruhi netizen. Meski bersifat opinion-driven, namun fenomena “no viral no justice” ini bukanlah hal yang negatif karena dilandasi oleh kepedulian, dan juga menjadi dorongan bagi lembaga atau instansi yang bersangkutan.
Oleh:
Dr. Ariman Sitompul,S.H.,M.H.ACIArb
(Praktisi Hukum Kota Medan)
Editor : Chris