JAKARTA, iNewsMedan.id - Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan adalah Rabu terakhir di bulan Safar. Lalu, apa makna Rebo Wekasan menurut Islam?
Tahun ini, Rabu Wekasan jatuh pada Hari Rabu, 21 September 2022. Sebagian masyarakat Nusantara, khusunya di Jawa, melakukan ritual khusus di Rebo Wekasan untuk menolak bala' atau musibah yang dipercaya turun di hari itu.
Rebo Wekasan Menurut Islam
Di kalangan masyarakat Jawa, Bulan Safar atau Sapar kerap dihubungkan dengan mitos bulan sial dan banyak bencana. Pada masa Arab Jahiliyah, bulan Safar juga disebut bulan sial.
Shafar atau Safar satu suku kata dengan kata Shifr [صفر [yang berarti kosong. Bulan ini dinamakan safar atau shifr, karena pada bulan ini bangsa Arab mengosongkan rumah-rumah mereka yang beralih ke medan perang.
Dilansir dari Jurnal Theologia IAIN Kudus, sejatinya bulan Ṣafar tidaklah berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Hanya saja Rasulullah pernah menyinggung tentang bulan Ṣafar ini dalam hadisnya:
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada mitos, tidak ada prasangka buruk, tidak ada (keramat) bulan Ṣafar.”
Menurut KH. Abdul Hamid Kudus, bulan Ṣafar memiliki kekhasan tersendiri sebagaimana yang ia tulis dalam kitabnya Kanz al-Najāḥ wa al-Surūr. Kitab ini sering menjadi rujukan bagi sebagian masyarakat Jawa untuk menyelenggarakan ritual Rebo Wekasan.
Rebo Wekasan merupakan fenomena yang terjadi di masyarakat karena faktor akulturasi budaya Jawa dengan Islam secara intensif. Menurut Ahmad Nurozi, Islam di wilayah Jawa memiliki karakter tersendiri karena banyak prosesi ritual keagamaan yang merupakan perpaduan dari nilai-nilai Islam dengan animisme dan dinamisme.
Meskipun banyak kalangan yang menganggap ritual Rebo Wekasan hanya sebagai mitos, namun juga tidak sedikit yang masih terus melestarikannya hingga sekarang.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
لا عدوى ولا طيرة ةلا هامة ةلا صفر وفر من المجذوم كما تفر من الأسد
Artinya: Tidak ada wabah (yang menyebar secara sendirinya), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga Safar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa.”
Menurut Ibnu Utsaimin rahimahullah, kata Safar dalam hadis tersebut memiliki makna yang bervariasi. Namun yang paling kuat menurut umat Jahiliah adalah sebagai bulan kesialan, sehingga sebagian orang jika selesai melakukan pekerjaan tertentu pada hari ke-25 dari bulan Safar merasa lega, dan berkata, “Selesai sudah hari kedua puluh lima dari bulan Safar dengan baik.”
Ketahuilah, Safar merupakan bulan yang cukup bersejarah. Bulan di mana Allah Swt menurunkan 300.000 musibah yang terjadi pada satu tahun. Al-Syaikh Imam al-Dairabi berkata:
Sebagian ulama Arifin dari Ahli Kasyf menuturkan bahwa pada setiap tahunnya diturunkan 300.000 bala’ (cobaan). Yaitu terjadi pada hari Rabu terakhir dari bulan Safar.
Pada waktu itu merupakan hari terberat dari sekian banyak di hari selama satu tahun. Keterangan tersebut sesungguhnya mengingatkan agar semakin mendekatkan diri, ber-taqarrub kepada Allah Swt.
Dilansir dari laman pondok pesantren tambakberas, asal-usul tradisi Rebo Wekasan ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid (biasa disebut: Mujarrobat ad-Dairobi). Anjuran serupa juga terdapat pada kitab: ”Al-Jawahir Al-Khams” karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (w. th 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya.
Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan bahwa salah seorang Waliyullah yang telah mencapai maqam kasyaf (kedudukan tinggi dan sulit dimengerti orang lain) mengatakan bahwa dalam setiap tahun pada Rabu terakhir Bulan Shafar, Allah Swt menurunkan 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam bala’ dalam satu malam.
Bermuhasabah sesungguhnya tidak memiliki waktu tertentu. Tidak harus dilakukan pada bulan Safar atau Rabu terakhir di dalamnya. Sesungguhnya tidak ada istilah “hari sial” dalam pandangan syari’at. Semua hari adalah sama.
Muslim juga tidak boleh berperasangka buruk (tasya’um) pada hari tertentu. Kaum Jahiliyyah dahulu memiliki mitos bahwa bulan Shafar adalah hari buruk dan sial.
Firman Allah SWT
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا}
Artinya: Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. Al-Hadid: 22)
Rasulullah Saw juga telah meluruskan mitos tersebut. Nabi SAW bersabda:
Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati, rohnya menjadi burung yang terbang. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hukum Meyakini Rebo Wekasan
Dari keterangan Hadits tersebut mengingatkan jangan sampai meyakini bahwa Rabu Wekasan adalah hari buruk. Muslim dianjurkan bermuhasabah dengan datangnya 300.000 cobaan sebagaimana keterangan dari sebagian Ahli Kasyf di atas.
Namun tetap harus berperasangka baik kepada Allah Swt akan hari tersebut. Tidak meyakininya sebagai hari buruk.
Karena itu, Muslim dilarang meyakini akan adanya musibah yang terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Muslim harus yakin bahwa semua yang terjadi pada Rabu Wekasan apakah itu baik atau buruk merupakan takdir dan kehendak Allah. Seperti tertera dalam rukun iman yang kelima. Yakni meyakini qadha` dan qadar baik dan buruk itu berasal dari Allah.
Demikian penjelasan mengenai Rebo Wekasan Menurut Islam yang penting dipahami Muslim agar tidak salah dalam memahaminya.
Wallahu A'lam
Editor : Odi Siregar