MEDAN, iNewsMedan.id - Pemerintah Kota (Pemko) Medan menepis tudingan yang menyebut Pemko tidak memanfaatkan dana bantuan Bank Dunia senilai Rp1,5 triliun untuk program pengendalian banjir. Pemko Medan menegaskan bahwa dana tersebut tetap menjadi sumber pendanaan vital yang sedang dalam proses pemanfaatan untuk percepatan penanganan banjir di ibu kota Sumatera Utara itu.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Ferri Ichsan, menjelaskan bahwa seluruh alokasi dana Bank Dunia itu merupakan bagian dari program National Urban Flood Resilience Project (NUFReP) yang disalurkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera II.
Ferri menekankan bahwa peran Pemko Medan dalam program tersebut adalah memfokuskan diri pada tugas pengadaan tanah atau pembebasan lahan.
“Seluruh alokasi dana Bank Dunia itu disalurkan ke Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWS) II. Pemko Medan fokus pada tugas pengadaan tanah atau pembebasan lahan sesuai kesepakatan pemerintah pusat dan Bank Dunia,” ujar Ferri.
Sejak 2022, program tersebut telah menetapkan enam paket pengerjaan pengendalian banjir, termasuk normalisasi beberapa sungai besar dan pembangunan kolam retensi. Namun, setelah dilakukan kajian teknis, tiga proyek—Normalisasi Sungai Deli, Normalisasi Sungai Babura, dan Kolam Retensi Universitas Sumatera Utara (USU)—terpaksa dikeluarkan dari pendanaan Bank Dunia.
“Untuk normalisasi Sungai Deli dan Babura, kebutuhan pembebasan lahannya sangat besar masing-masing mencapai sekitar Rp1,3 triliun. Nilai ini baru kami peroleh setelah dilakukan kajian mendalam sejak program dilaunching pada 2022,” ungkap Ferri.
Dengan keterbatasan kemampuan daerah untuk pengadaan tanah yang nilainya terlalu tinggi, ketiga proyek tersebut tidak dimasukkan ke dalam program NUFReP.
Saat ini, program yang didukung Bank Dunia difokuskan pada tiga titik prioritas yang dinilai lebih realistis dari segi pembebasan lahan, yaitu Normalisasi Sungai Badera, Normalisasi Sungai Selayang, dan pengendalian banjir di Kawasan Industri Medan (KIM).
Untuk proyek Kolam Retensi Sungai Selayang, Ferri menyebut proses pembebasan lahan sudah hampir tuntas. “Pengadaan tanah oleh Dinas Perkim sudah hampir selesai. Tinggal dua persil lahan lagi yang masih dalam penyelesaian dan diharapkan segera rampung dalam waktu dekat,” katanya.
Sementara itu, untuk penanganan banjir di KIM, proses ganti rugi dilakukan langsung oleh PT Kawasan Industri Medan.
Menanggapi komentar anggota DPRD Medan yang meragukan pemanfaatan dana tersebut, Ferri membantah keras tudingan itu. “Sekarang prosesnya sudah berjalan. Tidak benar kalau dibilang kita tidak mau menggunakan dana tersebut. Justru Pemko Medan sangat mengharapkan itu agar segera terealisasi,” tegasnya.
Ferri menambahkan bahwa lambatnya realisasi program lebih disebabkan persoalan teknis, khususnya terkait pembebasan lahan yang secara regulasi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
“Awal tahun depan diharapkan sudah mulai proses lelang pada Januari, dan konstruksi ditargetkan bisa dimulai pada bulan Maret 2026 oleh Kementerian Pekerjaan Umum c/q. Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera II. Kalau tidak ada permasalahan lahan, pengerjaan teknis pasti lebih cepat. Tapi karena ini menyangkut tanah dan warga, tentu prosesnya lebih panjang,” ujar Ferri.
Pemko Medan memastikan komitmen kuat untuk menyelesaikan persoalan banjir di Medan secara bertahap dan menyeluruh.
“Kami tetap berkomitmen kuat menyelesaikan persoalan banjir di Medan secara bertahap dan menyeluruh. Dana ini sangat penting bagi kota, dan kami pastikan digunakan sebagaimana tujuannya,” tutup Ferri.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait
