Kuasa Hukum Rahmadi: Kompol Dedi Kurniawan Diduga Aniaya Warga, Propam Tak Boleh Cuci Tangan

Jafar Sembiring
Bidpropam Polda Sumut. Foto: Istimewa

MEDAN, iNewsMedan.id - Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) didesak untuk segera mengusut tuntas dugaan penganiayaan terhadap seorang warga bernama Rahmadi, yang diduga dilakukan oleh Kompol Dedi Kurniawan, seorang Kanit di Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut.

Tuntutan ini disampaikan oleh kuasa hukum korban, Ronald Siahaan, yang secara terang-terangan menuding Propam agar tidak 'cuci tangan' atau 'bermain mata' dalam kasus yang disebutnya sebagai tindakan brutal dan melukai marwah institusi penegak hukum.

Ronald Siahaan menegaskan bahwa kasus yang dialami kliennya merupakan bentuk "praktik bernegara yang jahat" melalui penyiksaan terhadap warga negara. Menurutnya, tindakan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum sangat kontras dengan tugas polisi yang seharusnya menjadi garda terdepan pelindung masyarakat.

"Polisi yang mestinya menjadi garda terdepan melindungi masyarakat dari narkoba justru diduga menggunakan tangannya untuk menganiaya dan melakukan dugaan rekayasa kasus terhadap Rahmadi," jelas Ronald, Sabtu (27/9/2025).

Ia menilai, alih-alih menjaga marwah institusi, kehadiran aparat dalam kasus Rahmadi justru melukai warga.

Desakan tersebut juga menyoroti peran strategis Propam. Ronald menekankan bahwa Propam adalah penegak etik internal, bukan sekadar penonton, dan tidak boleh berlindung di balik tafsir hukum dari Bidang Hukum (Bidkum).

"Bidkum hanya memberi nasihat hukum positif, sementara Propam berwenang memutuskan soal etika, moral, dan integritas polisi," tegasnya.

Ronald mengingatkan bahwa setiap anggota Polri terikat Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 yang melarang praktik penyiksaan, sejalan dengan Pasal 27, 28, dan 29 UUD 1945. Ia secara spesifik menyebut tindakan terhadap Rahmadi sebagai masalah kemanusiaan, bukan sekadar pelanggaran disiplin.

Kuasa hukum Rahmadi ini memberi peringatan keras bahwa Propam tidak boleh menjadi 'pagar' yang melindungi aparat nakal. Ia meminta integritas polisi harus diuji, dan jika terbukti melakukan penyiksaan, sanksi yang dikenakan dapat berupa pemberhentian.

"Ini bukan sekadar prosedur hukum, tapi soal keadilan dan kemanusiaan," pungkas Ronald.

Kasus ini, menurut Ronald, akan menjadi ujian bagi publik terhadap kepercayaan mereka kepada Kepolisian, terutama jika aparat yang seharusnya melindungi rakyat justru berlumur kekerasan.

Editor : Jafar Sembiring

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network