MEDAN, iNewsMedan.id– Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadap Dr. Tiromsi Sitanggang SH, MH, M.Kn (57), notaris sekaligus dosen, yang didakwa membunuh suaminya sendiri, Rusman Maralen Situngkir. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Medan pada Selasa, 8 Juli 2025, dipimpin Ketua Majelis Hakim Ety Astuti SH MH, didampingi hakim anggota Lucas Sahabat Duha SH MH dan Denny Syahputra SH MH.
Dalam surat tuntutan yang dibacakan di persidangan, JPU Emmy Khairani Siregar SH menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP.
"Terdakwa telah merencanakan pembunuhan korban yang juga suaminya sendiri demi mendapatkan klaim asuransi jiwa senilai Rp500 juta. Perbuatan terdakwa tergolong sadis dan tidak berperikemanusiaan," ujar JPU Emmy di ruang sidang utama.
Jaksa menyebut tidak ada satu pun hal yang meringankan terdakwa. Sebaliknya, hal yang memberatkan adalah status terdakwa sebagai seorang notaris dan akademisi yang seharusnya memahami hukum, namun justru menyalahgunakannya.
"Terdakwa tidak menunjukkan penyesalan dan berupaya menghambat penyelidikan," ucap Emmy.
Majelis hakim memberikan waktu bagi terdakwa dan tim penasihat hukumnya untuk menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi pada persidangan berikutnya, yang dijadwalkan Selasa depan.
Berdasarkan dakwaan jaksa, rencana pembunuhan diduga mulai disusun sejak Februari 2024. Jaksa mengungkap rumah tangga terdakwa dan korban tidak harmonis. Korban disebut pernah mengalami kekerasan dan menceritakan kepada saksi bahwa dirinya sering diberi makanan basi.
Pada 17 Februari 2024, tanpa sepengetahuan korban, terdakwa mendaftarkan suaminya sebagai tertanggung asuransi jiwa di PT Prudential Life Assurance dengan nilai manfaat sebesar Rp500 juta. Terdakwa bahkan melibatkan anaknya, Angel Surya Nauli Sitanggang, untuk mengambil foto korban sambil memegang KTP sebagai syarat administratif.
Langkah selanjutnya, korban diarahkan untuk menjalani pemeriksaan medis di Laboratorium Prodia pada 23 Februari 2024. Jaksa menilai semua itu dilakukan demi mempercepat proses klaim jika korban meninggal.
Peristiwa pembunuhan diduga terjadi pada Jumat, 22 Maret 2024, sekitar pukul 10.00–12.00 WIB, di kediaman mereka di Jalan Gaperta, Medan Helvetia. Dalam dakwaan disebutkan, terdakwa diduga bekerja sama dengan seorang pria bernama Grippa Sihotang, yang kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Saksi-saksi di lokasi menguatkan dugaan keterlibatan terdakwa. Saksi pekerja bangunan Surya Bakti alias Ucok mengaku mendengar korban berteriak minta tolong dalam bahasa Batak. Saksi lain, Fanny Elisa Paramita Sitanggang, yang bekerja di kantor terdakwa, mengungkap sejumlah kejanggalan sebelum dan sesudah kejadian, termasuk perintah untuk keluar rumah dengan alasan yang dibuat-buat.
Saksi Mayline Cristina Hulu alias Memey, pemilik salon di sebelah rumah terdakwa, mengaku melihat korban sudah tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Terdakwa sempat mengklaim kepada saksi bahwa korban hanya pingsan.
Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit Advent Medan menggunakan mobil pribadi. Namun, saat tiba sekitar pukul 12.00 WIB, korban dinyatakan telah meninggal dunia. Kepada pihak rumah sakit, terdakwa menyebut penyebab kematian adalah kecelakaan lalu lintas di depan rumah.
Namun, saksi keluarga korban, Anggiat Situngkir dan Haposan Situngkir, menemukan sejumlah luka mencurigakan pada tubuh korban dan tidak mendapati bukti kecelakaan di lokasi yang disebutkan terdakwa.
Hasil autopsi di RS Bhayangkara, yang dilakukan pada 27 April 2024, menyatakan korban meninggal akibat mati lemas setelah mengalami trauma hebat di kepala akibat benturan benda tumpul. Laboratorium forensik juga menemukan bercak darah di kamar korban, yang identik dengan darah Rusman Maralen Situngkir.
Pasca kematian suaminya, terdakwa mengajukan klaim asuransi jiwa ke PT Prudential pada 20 April 2024. Namun, sejumlah dokumen pendukung seperti laporan polisi dan hasil visum belum dilampirkan. Dalam proses verifikasi lapangan, perusahaan asuransi tidak menemukan bukti adanya kecelakaan lalu lintas, sebagaimana diklaim terdakwa.
Tak hanya itu, JPU juga membeberkan dugaan upaya terdakwa mengintervensi proses hukum. Pada 28 Maret dan 16 April 2024, terdakwa sempat menemui dua saksi keluarga korban, Anggiat Situngkir dan Marasi Manihuruk, untuk meminta pencabutan laporan polisi.
"Tindakan terdakwa tidak hanya menghilangkan nyawa, tapi juga mencoba menghalangi proses peradilan. Ini menunjukkan sikap tidak kooperatif," tegas jaksa Emmy.
Editor : Ismail
Artikel Terkait