Risiko seperti penipuan online, hoaks, cyber bullying, dan konten-konten negatif lainnya tak terelakkan. Oleh karena itu, penggunaan internet perlu dibarengi dengan literasi digital yang mumpuni agar masyarakat dapat memanfaatkannya dengan produktif, bijak, dan tepat guna.
“Saat ini indeks literasi digital Indonesia masih berada pada angka 3,49 dari skala 5, yang artinya masih dalam kategori sedang dan belum mencapai tahap yang lebih baik. Angka ini perlu terus kita tingkatkan sehingga menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan litrerasi digital,” jelas Samuel.
Fajar Nursahid juga mengingatkan bahwa kesenangan mengekspresikan diri melalui platform media sosial dapat mengubah kebiasaan seseorang dalam mengonsumsi informasi. Hal ini dapat dilihat lewat fenomena hoaks. Beragam jenis media sosial dan aplikasi chatting menjadi saluran paling subur dalam menyebarkan hoaks.
“Menjadi netizen bijak, ingat bahwa internet adalah belantara informasi yang tidak semua informasi mempunyai nilai informasi. Information is something reduces uncertainty. Informasi sama dengan mengurangi ketidakpastian,” imbuh Fajar.
Fajar menegaskan era digital perlu diimbangi dengan budaya untuk bersikap kritis yang mengedepankan fungsi nalar serta menimbang setiap konten menggunakan akal sehat sebagai anugerah tertinggi dari Tuhan. Literasi adalah kunci yang sangat penting: double check kredibilitas sumber dan menggunakan literatur untuk mendukung argumentasi.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait