"Meskipun ada ruang untuk menunda tahapan melalui UU Pemilu, tapi tidak boleh menerabas UUD 1945. Karena implikasi penundaan Pemilu adalah memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. UUD 1945 tidak mengenal perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden walau satu hari saja." kata Sahat.
Menurut Sahat, semuanya sudah jelas, Pemilu dan Pilpres dilaksanakan, Rabu 14 Februari 2024, dan masa jabatan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin berakhir 20 Oktober 2024." Secara hukum, etik dan moral mandat rakyat kepada anggota DPR dan Presiden Joko Widodo hasil Pemilu 2019 berakhir di 2024." katanya.
Jika melalui jalan amandemen UUD 1945, Sahat mengatakan, belum ditemukan hal mendasar dan mendesak merubah Pasal 7 dan Pasal 22 E UUD 1945 saat ini." Lebih baik DPR dan Presiden Joko Widodo fokus menyelasaikan tugas masing - masing maupun tugas bersama hingga 2024." katanya.
Sebelumnya Perhimpunan Pergerakan 98 mendesak Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjauh dari isu usulan perpanjangan masa jabatan presiden seperti wacana yang disampaikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan serta pernyataan Ketua Umum Partai Golkar yang menyebut petani di Riau meminta Airlangga Hartarto mendengarkan aspirasi memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi.
Mereka percaya Presiden Joko Widodo pemimpin yang taat konstitusi dan menghormati sejarah pembatasan masa jabatan presiden dua periode yang diperjuangkan mahasiswa melalui gerakan reformasi 98. Sehingga alasan apapun tidak bisa dipakai untuk merubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode atau menyamarkannya dengan cara memperpanjang masa jabatan presiden walau hanya satu hari tanpa landasan konstitusi.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait