Penguatan Single Prosecution System dan Dominus Litis
Putusan Sela Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada kasus Gazalba dapat dikatakan sebagai penguatan Single Prosecution System maupun Asas Dominus Litis.
Sistem penuntutan tunggal ini diformulasikan pada Pasal 35 ayat (1) huruf j UU Kejaksaan. “Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mendelegasikan sebagian kewenangan Penuntutan kepada Penuntut Umum untuk melakukan Penuntutan", ketentuan inilah yang mendasari single prosecutions system tersebut.
Sistem demikian mendudukkan Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi dalam suatu negara. Adapun penuntut umum dapat melakukan penuntutan, serta penyidikan sebagai bagian dari penuntutan yang menerima delegasi.
Kaitannya dengan kewenangan KPK dalam penuntutan tindak pidana korupsi sesuai lex specialis UU Tipikor maupun UU KPK, hal demikian tidak serta merta menegasikan kedudukan sentral Kejaksaan Republik Indonesia sebagai institusi yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
Hal demikian karena UU KPK merupakan lex specialis terhadap KUHAP, bukan terhadap UU Kejaksaan. Sejalan dengan Asas Dominus Litis dan Asas Oportunitas yang hanya dimiliki oleh Jaksa, Single Prosecution System yang menempatkan Jaksa Agung sebagai Penuntut Umum Tertinggi, merupakan best practices sekaligus standar yang berlaku dalam praktik penuntutan secara internasional.
Berdasarkan asas Dominus Litis, Kejaksaan dan Penuntut Umum yang menerima pendelegasian wewenang penuntutan dari Jaksa Agung, merupakan pemilik perkara atau pihak yang memiliki kepentingan nyata dalam suatu perkara. Sehingga berwenang menentukan dapat tidaknya suatu perkara diperiksa dan diadili di persidangan.
Editor : Ismail
Artikel Terkait