Sementara itu, Pengasuh Pondok Tahfiz Quran Darul Quran Kelambir V, Ustaz Khairul Amri yang kerap memfasilitasi orang-orang yang akan berziarah dan mengunjungi makam tersebut berharap perhatian lebih dari pemerintah.
"Beberapa kali ada yang datang kesini dan membawa kepingan nisan dari makam Kajang Batu ini. Lalu, beberapa waktu kemudian diseminarkan bersama Masayarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa). Namun hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya," kata ustaz Khairul Amri.
Khairul Amri menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada gerakan untuk memugar dan meperbaiki akses menuju lokasi dan makam yang ditaksir berusia 500 hingga 600 tahun tersebut.
"Karena itu, kita mengharap perhatian lebih dari pemerintah. Perhatikanlah makam ini. Ini makam ulama. Ada lima titik makam seperti ini di Kecamatan Hamparan Perak ini," jelasnya.
Sementara itu, Prof Dr Ichwan Azhari sejarawan dan ahli filologi Indonesia dari Universitas Negeri Medan (UNIMED) yang pernah mengunjungi makam tersebut beberapa waktu lalu menuliskan 'Menyeberangi titi bambu yang hampir patah, naik ke atas dataran tinggi pada Kamis, 29 Oktober 2020 petang, saya berjuang agar dada tak makin terasa sesak. Sesak melihat hamparan ceceran patahan-patahan nisan dan penghancuran kompleks pemakaman Sultan Pasai abad 15, di Klambir Lima, enam kilometer di perbatasan barat laut Kota Medan, di bibir kebun PTPN II'.
Sebagai informasi, untuk sampai ke makam Kajang Batu yang berhiaskan nisan Aceh berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Medan ini bisa ditempuh melalui beberapa rute di antaranya, Jalan Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Gaperta Ujung dan Kampung Lalang.
Editor : Chris
Artikel Terkait