MEDAN, iNews.id - Pemerintah dituding mengabaikan makam Batu Kajang di Dusun II-B, Desa Kelambir V Kampung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang. Tudingan tersebut disampaiakan Pemerhati Sosial dan Budaya Sumatera Utara (Sumut), Achmad Riza Siregar.
"Jelas ini bentuk pengabaian atas situs sejarah," kata Riza usai ziarah di makam Kajang Batu yang diyakini masyarakat sekitar sebagai makam Sultan Pasai abad 15 di tepi kiri Sungai Belawan, Rabu, (26/1/2022).
Menurut Riza, pengabaian itu tampak jelas dari kondisi makam serta akses menuju situs sejarah peradaban Islam tersebut.
"Bayangkan saja, untuk sampai ke lokasi ini, kita harus berjibaku. Melintasi semak belukar dan menyeberangi titi bambu yang hampir patah," jelasnya.
Setelah melewati semak belukar dan titi bambu yang hampir patah itu, kata Riza, hatinya semakin risau, menggurutu tak karuan menyaksikan pemandangan yang tak sedap dipandang.
"Saya pegang kepingan inskripsi nisan di makam itu. Hati saya menggurutu. Saya bayangkan betapa berharganya benda yang mengandung sejarah di genggaman saya itu. Tapi pemerintah mengabaikannya," ucapnya dengan nada kesal.
Meminjam istilah yang pernah diucapkan Sang Proklamator Bung Karno, bahwa Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghargai sejarah.
"Jadi, melihat ditelantarkannya makam ini, saya menafsirkan bahwa pemerintah sama sekali tidak menghargai sejarah bangsanya. Pemerintah abai," tutur Pensehat Dewan Pimpinan Wilayah Sahabat Polisi Indonesia (DPW-SPI) Sumut ini.
Kendati demikian, kata Riza, ia tetap berharap pemerintah memperhatikan situs-situs sejarah yang ada.
"Sehingga anak cucu kita nanti tau dan mengerti sejarah bangsanya. Atas dasar itu, mereka dapat menghargai sejarahnya. Sehingga apa yang diucapkan Bung Karno tentang bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya tidak hanya menjadi penghantar tidur atau sekedar penghias saja," ungkapnya.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Tahfiz Quran Darul Quran Kelambir V, Ustaz Khairul Amri yang kerap memfasilitasi orang-orang yang akan berziarah dan mengunjungi makam tersebut berharap perhatian lebih dari pemerintah.
"Beberapa kali ada yang datang kesini dan membawa kepingan nisan dari makam Kajang Batu ini. Lalu, beberapa waktu kemudian diseminarkan bersama Masayarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa). Namun hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya," kata ustaz Khairul Amri.
Khairul Amri menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada gerakan untuk memugar dan meperbaiki akses menuju lokasi dan makam yang ditaksir berusia 500 hingga 600 tahun tersebut.
"Karena itu, kita mengharap perhatian lebih dari pemerintah. Perhatikanlah makam ini. Ini makam ulama. Ada lima titik makam seperti ini di Kecamatan Hamparan Perak ini," jelasnya.
Sementara itu, Prof Dr Ichwan Azhari sejarawan dan ahli filologi Indonesia dari Universitas Negeri Medan (UNIMED) yang pernah mengunjungi makam tersebut beberapa waktu lalu menuliskan 'Menyeberangi titi bambu yang hampir patah, naik ke atas dataran tinggi pada Kamis, 29 Oktober 2020 petang, saya berjuang agar dada tak makin terasa sesak. Sesak melihat hamparan ceceran patahan-patahan nisan dan penghancuran kompleks pemakaman Sultan Pasai abad 15, di Klambir Lima, enam kilometer di perbatasan barat laut Kota Medan, di bibir kebun PTPN II'.
Sebagai informasi, untuk sampai ke makam Kajang Batu yang berhiaskan nisan Aceh berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Medan ini bisa ditempuh melalui beberapa rute di antaranya, Jalan Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Gaperta Ujung dan Kampung Lalang.
Editor : Chris
Artikel Terkait