"Perencanaan itu kan juga berdampak ke swasta dan masyarakat umum. Makanya kalau mereka peduli dengan literasi statistik yang bertumbuh, mudah-mudahan ada support untuk kita," katanya.
Sejauh ini data pertambangan yang sulit itu menyangkut produksi dan pendapatan. "Makanya yang datanya agak-agak macet, kita ada pendekatan. Bagaimana dia laporan publik-nya. Dari konteks inilah BPS masuk kalau aspek-aspek yang sulit terbuka. Biasanya memang ada hubungannya dengan pajak. Juga aspek laporan akuntabilitas, antara pusat dari daerah. Tapi melalui FGD ini, kita harap hal-hal itu akan ada solusinya," ujar Hasan.
Lebih lanjut, Statistisi Ahli Madya Sub Direktorat Statistik Pertambangan dan Energi Direktorat Statistik Industri BPS RI, Wahyu Indarto menuturkan, data yang diambil sebenarnya bukan hanya untuk pemerintah. Tapi karena ada juga yang minta dari luar negeri.
Namun selain itu, manfaat data ini disampaikan secara terbuka tentu karena di era ini semua negara-negara maju kalau dia ingin menginvestasikan dananya, harus tahu kondisi negara tersebut.
"Data ini memberikan gambaran kepada mereka. Jadi penting bagi para investor karena ini potret bagaimana sektor pertambangan dan energi. Untuk kita pun, ini tentu sangat penting. Karena ini pada akhirnya akan mendorong perekonomian karena menyerap tenaga kerja dan lainnya," ujarnya.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait