Jejak Patih Marahamat Siregar, Legenda Pejuang Kemerdekaan di Barumun Raya

Jafar
Patih Marahamat Siregar. (Foto: Dok. Memoar Keluarga Marahamat Siregar)

MEDAN, iNewsMedan.id - Dibalik hiruk-pikuk Kota Padangsidimpuan, tersembunyi sejarah gemilang yang tak boleh terlupakan. Patih Marahamat Siregar, begitu mereka memanggilnya, menjadi ikon perjuangan dan semangat masyarakat Barumun Raya dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia

Kisah dimulai di tanah Sumatera Utara, di tengah gemuruh awal abad ke-20 atau tepatnya 7 April 1907, Marahamat lahir di Sibuhuan dengan nama asli Tongku Marahamat Siregar. Dikutip dari Memoar Keluarga Marahamat Siregar, Ia adalah Putera Tertua dari Baginda Soritaon Siregar, Eks Penghulu/Kepala Kampung Pasar Sibuhuan dan istrinya Syamsiah Hasibuan dari Desa Siolip. 

Namun, masa itu adalah zaman penjajahan. Tak gentar, Patih Marahamat Siregar merintis perjalanan heroiknya. Saat tangan Belanda merajalela, ia memilih menjadi pegawai pemerintahan. Tapi jiwanya adalah pejuang. Di balik rutinitas sebagai Asisten Kontrolir di Pasir Pangarayan, Riau, Marahamat Siregar terlibat dalam organisasi nasionalis Indonesia untuk melawan penjajah secara diam-diam. 

Kemudian datanglah masa penjajahan Jepang. Kesempatan muncul. Marahamat Siregar menjadi anggota Chuo Sang In tingkat daerah, sebuah organisasi rakyat yang berperan dalam Badan Perwakilan Rakyat untuk Sumatera. Namun, tekadnya dalam perjuangan tetap terjaga dalam kerahasiaan demi menghindari ancaman penjajah. 

Perjalanan heroik Marahamat Siregar meraih puncaknya saat bendera merah putih berkibar di Barumun Raya. Ketika berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia sampai di pelosok Pulau Sumatera pada Oktober 1945, Tongku Marahamat Siregar bersama saudara-saudara seperjuangan: Baginda Suaduon Hasibuan, Baginda Syarif Muda, Tongku Lempang, dan lainnya, menjadi pionir pengibar bendera di wilayah tersebut. 

Namun, cerita ini tak berakhir di sana. Patih Marahamat Siregar terus mengukir jejak. Ketika Pemerintah Pusat memerintahkan pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), Marahamat menjadi Asisten Wedana (jabatan setingkat camat) untuk Wilayah Barumun Raya. Wilayah ini meliputi kawasan Barumun, Barumun Tengah, Sosa, dan Sosopan, yang saat ini dikenal sebagai Kabupaten Padang Lawas. 

Peran sebagai Camat Barumun Raya Pertama (1945-1952) membentuk pribadinya menjadi sosok pemimpin tegas, pemberani, sederhana, dan dermawan. Meski bayang-bayang Belanda terus mengintai, Patih Marahamat Siregar mengabdikan diri untuk republik. Bahkan, ia lebih memilih berbagi daripada memanfaatkan pendapatan pribadinya saat masa-masa revolusi kemerdekaan. Ia rutin mendistribusikan beras dan kebutuhan pokok kepada warga Barumun Raya yang hidup dalam keterbatasan. 

Namun, tidak berhenti di situ. Marahamat juga turut mendukung dan membiayai gerakan laskar-laskar rakyat dalam perjuangan mengusir penjajah dari tanah air. 

Warisan perjuangan Patih Marahamat Siregar berlanjut hingga peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI bergejolak. Meski mayoritas tokoh dan intelektual dari Mandailing dan Tapanuli Selatan mendukung gerakan ini, Marahamat tetap kokoh dalam garis republik dan mendukung Pemerintahan Presiden Soekarno

Kisah ini tak berakhir di wilayah Barumun Raya. Patih Marahamat Siregar yang wafat di Jakarta pada 3 September 1971, memiliki warisan perjuangan yang terus bersinar. Setelah Menjabat sebagai Camat Barumun Raya pertama, Marahamat melanjutkan pengabdian sebagai pejabat pemerintahan di lingkungan Kabupaten Tapanuli Selatan, antara lain Camat Kota Padangsidimpuan, Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Bupati Yang Diperbantukan di Wilayah Tapanuli Selatan. 

Pada 2005 silam, Walikota Padangsidimpuan Zulkarnaen Nasution menginstruksikan perubahan nama-nama jalan di wilayahnya dengan nama para pejuang lokal. 

Nama "Patih Marahamat" dipilih sebagai penghormatan atas jasa dan perjuangannya, dengan mengabadikan legenda ini di sebuah jalan di Kelurahan Ujung Padang, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan. 

Marahamat Siregar wafat pada usia 64 tahun. Ia meninggalkan dua orang putra: Haji Baginda Siregar dan Haji Sutan Siregar. Jejak perjuangannya tak hanya berakhir pada dirinya. Nasab perjuangannya terus mengalir pada generasi-generasi penerusnya. 
 

Editor : Jafar Sembiring

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network