MEDAN, iNewsMedan.id - Pada era globalisasi dunia seperti sekarang ini banyak negara yang mulai mencoba-mencoba inovasi baru dalam melakukan transaksi jual beli dengan memanfaatkan kecanggihan digital yang ada, termasuk dalam hal ini Indonesia.
Transaksi jual beli dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital yang ada bukan hanya melalui web tertentu yang khusus melakukan penjualan barang-barang, atau melalui aplikasi penjualan tertentu seperti: Shopee, Tokopedia, Blibli dan lain sebagainya. Akan tetapi dengan perkembangan era digital transaksi jual beli juga dapat dilakukan melalui Media Sosial seperti whatsapp, facebook maupun instagram. Hal ini menunjukkan dibalik perkembangan era digital, ada pula perkembangan dalam melakukan transaksi jual beli yang dilakukan oleh masyarakat, dalam hal ini melalui media sosial.
Pada dasarnya jual beli (konvensional) merupakan kontrak yang sangat popular dan sangat banyak digunakan orang, baik jual beli yang besar-besar sampai dengan jual beli yang kecil-kecil semacam jual beli permen di kios-kios. Terhadap semua jenis jual beli tersebut berlaku ketentuan hukum tentang jual beli.
(Munir Fuady. 2012: 25) Sesuai dengan perkembangan teknologi khususnya di Indonesia, kegiatan bisnis dalam bentuk jual beli mengalami perkembangan pula yaitu bisnis jual beli pada saat sekarang ini dapat dilakukan secara elektronik atau online baik menggunakan media online dalam bentuk website, media sosial (instagram, facebook, twitter), maupun menggunakan platform aplikasi online.
Jual beli secara online merupakan bagian dari transaksi elektronik atau yang biasa disebut dengan e-commerce. E-commerce merupakan perjanjian melalui online contract yang pada prinsipnya sama dengan perjanjian pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada media dalam membuat perjanjian tersebut. Walaupun dalam beberapa jenis online contract tertentu objek perikatannya hanya dapat diwujudkan dalam media elektronik, sebab objek perikatannya berupa muatan digital, seperti jasa untuk mengakses internet.
Perjanjian jenis ini lebih sering menggunakan fasilitas EDI (Electronic Data Interchange), yaitu suatu mekanisme pertukaran data secara elektronik yang umumnya berupa informasi bisnis yang rutin di antara beberapa computer dalam suatu susunan jaringan computer yang dapat mengelolanya. Data tersebut dibentuk menggunakan aturan standar sehingga dapat dilaksanakan langsung oleh komputer penerima. (Neni Sri Imaniyati dan Panji Adam Agus Putra. 2017: 223).
Tentunya transaksi jual beli online melalui media sosial ini tidak terlepas pula dari permasalahan-permasalahan hukum yang ada, termasuk dalam hal ini adanya penipuan ketika transaksi di lakukan antara penjual (pelaku usaha) dengan pembeli (konsumen). Penipuan dalam transaksi ini tidak hanya terbatas dilihat dari konteks pidana, melainkan juga dapat dilihat dalam konteks keperdataan sebagai suatu tindakan yang masuk dalam kategori Perbuatan Melawan Hukum.
Di Indonesia sendiri Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) (Burgerlijk Wetboek). perbuatan melawan hukum yang terkandung dalam Pasal 1365 KUH Perdata tidak terbatas pada hal-hal yang dilakukan secara langsung namun juga dapat dimaknai secara kaidah terhadap hal-hal apapun yang dilakukan selama hal tersebut merugikan orang lain.
Termasuk ketika seseorang melakukan transaksi jual beli online melalui media sosial baik itu twitter, facebook maupun instragram, ketika dalam pelaksanaannya terdapat pelanggaran hukum, maka tindakan itu dimaknai sebagai Perbautan Melawan Hukum yang menuntut pelakunya untuk mengganti kerugian kepada korban yang dirugikan.
Perbuatan melawan hukum dalam transaksi jual beli melalui media sosial dapat dilihat secara kaidah dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatakan: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik". Dari uraian norma ini dapat dilihat bahwasannya tindakan yang termasuk dalam Perbuatan Melawan Hukum masuk dalam bagian transasi elektronik (termasuk di media sosial) yang pada pokoknya tindakan itu dapat merugikan orang lain atau konsumen.
Selaras dengan itu maka perlu diperhatikan pula Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menguraikan: "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan". Disini jelas ada kaidah ataupun norma hukum yang mengakomodir adanya ganti kerugian kepada konsumen yang dirugikan.
Dikaitkan dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang ITE di atas, maka konsumen disini termasuk dalam bagian yang dirugikan dalam transaksi jual beli online termasuk melalui media sosial.
Sehingga perlu dipahami bahwasannya Perbuatan Melawan Hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata merupakan kaidah umum yang tidak terlepas dari penselarasan aturan-aturan lain yang mengakomodir tentang ganti kerugian terhadap tindakan-tindakan yang dapat merugikan seseorang. Selama tindakan yang dilakukan tersebut melanggar aturan dan merugikan orang lain, serta dapat dituntut ganti kerugian terhadapnya, maka tindakan itu termasuk dalam bagian Perbuatan Melawan Hukum.
Begitu halnya dalam transaksi jual beli di era digital sekarang yang tidak jarang sering menggunakan media-media elektronik seperti media sosial, dapat dikatakan selama dalam transaksinya ada aturan yang dilanggar maka dalam pelaksanaan transaksi tersebut ada perbuatan melawan hukum.
Artikel ini ditulis oleh mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Septian Fujiansyah, S.H., M.H.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait