Merujuk Jonah Blank dalam buku berjudul Regional Repsonses to US-China Competition in The Indo-Pacific, ujar jurnalis Tempo ini, mengutip analisis seorang perwira militer AS yang membandingkan kontrasnya prioritas petinggi angkatan bersenjata AS dan Indonesia.
"Latihan, kesiapan, dan peningkatan kemampuan jadi prioritas militer Amerika Serikat. Sementara, kecenderungan yang terjadi di Indonesia perwira militer justru lebih mengutamakan office calls, kunjungan kehormatan, parade, dan seremoni. Beberapa di antaranya seperti eksis media sosial menjenguk artis yang sedang sakit dll. Itu akan berpengaruh pada impresi kewibawaan TNI. Tentara di AS tidak pernah melakukan hal seperti itu, dan representatif profil totality military seperti itu ada pada diri Andika Perkasa," jelas Sahat.
Kedepan, sambung Sahat, disisa masa tugas Andika sebagai Panglima TNI, ia berharap Andika bisa meletakkan pondasi teknologi militer bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Disrupsi pertahanan dan keamanan negara, ujar Sahat, tak mungkin terelakkan di era teknologi digital 4.0.
"Itu sebabnya latihan gabungan seperti Garuda Shield itu menjadi penting. Itu adalah investasi masa depan Indonesia," ujar Sahat. Namun diluar itu, ia menyarankan agar Andika Perkasa meletakkan pondasi teknologi militer bagi kesejahteraan rakyat.
Ia lantas membandingkan hasil rancang teknologi militer AS yang tidak boleh dijual ke negara manapun sebelum dikirim dan dipelajari Israel. Itu sebab, kata Sahat, teknologi militer Israel pasti selalu diatas teknologi militer AS dan negara-negara lain yang membeli persenjataan dari AS. Karena apa? Karena posisi tawar Israel kuat. Militer Israel, kata Sahat, tidak hanya menguasai teknologi persenjataan melainkan non senjata seperti pertanian, kesehatan dan lain-lain.
"Untuk itu, TNI harus punya posisi tawar yang kuat kepada negara-negara besar tersebut dengan memperkuat keuggulan komparatif seperti pertanian dan kesehatan dengan transformasi teknologi militer," tandas Sahat.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait