Usaha Eyang Karso dan Mbah Wiryo yang tampak membuahkan hasil pun membuat banyak orang lainnya yang menjadi pedagang angkringan. Dan seiring berjalannya waktu, angkringan tak lagi dipikul namun dijual dengan gerobak dorong.
Perubahan itu terjadi pada tahun 1970-an. Konon terdapat seorang pedagang yang mengalami kecelakaan, dia ketumpahan air panas dari gerobak pikulnya usai tersandung di jalanan.
Gerobak dorong pun kemudian dipilih menjadi alternatif terkait keselamatan pedagang, selain ternyata benda itu bisa membuat lebih banyak makanan dan nantinya orang-orang bisa dengan lebih leluasa untuk bersantap.
Fenomena menjamurnya angkringan Kini, angkringan jadi tempat makan fenomenal. Adapun alasan mengapa angkringan lebih identik dan populer di Yogyakarta, hal itu karena banyaknya wisatawan serta perantau yang menimba ilmu di sana, sehingga otomatis lebih menguntungkan bagi siapa pun yang berdagang, termasuk penjual angkringan.
Terlebih konsep angkringan yang menawarkan menu makanan lengkap dengan harga yang sangat terjangkau plus suasana tempat yang cocok untuk bercengkerama, menjadikan banyak orang di Yogyakarta memilih angkringan sebagai tempat menghabiskan waktu di malam hari.
Konsep itulah yang masih bertahan hingga kini, dan bahkan seiring perubahan zaman, angkringan pun bisa menyesuaikan di mana tempat makan tradisional ini dapat disulap dan dipadukan dengan sentuhan modernitas.
Kini, angkringan tidak hanya dengan gaya tradisional semata, melainkan sudah bertransformasi seperti kafe. Tidak mengherankan jika konsep angkringan dengan gaya modern bisa ditemukan di kota-kota besar.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait