Legislator: Hanya 26 Persen Masyarakat Indonesia yang Mampu Mengenali Hoax

Ismail
Legislator: Hanya 26 Persen Masyarakat Indonesia yang Mampu Mengenali Hoax (Foto: Dok)

JAKARTA, iNews.id- Kehadiran internet saat ini dilihat telah sangat membantu setiap individu dalam kemudahan berbagi informasi melalui internet, maupun dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, H. Anton Sukartono Suratto mengatakan bahwa transformasi digital yang telah hadir mengharuskan masyarakat untuk mampu beradaptasi dengan dunia digital. Namun, disamping dampak-dampak positif yang dirasakan masyarakat dalam menggunakan teknologi digital, tentu ada celah-celah yang dapat menimbulkan dampak negatif.

Dia memaparkan beradasarkan data pada tahun 2020, Indonesia merupakan negara dengan indeks kesopanan digital paling buruk se-Asia Pasifik, padahal jika berinteraksi secara langsung, masyarakat Indonesia dikenal sebagai pribadi yang ramah dan sopan.

“Ini menunjukkan dunia cyber seolah terputus dari dunia nyata, padahal keduanya sangat berkesinambungan. Selain tidak sopan, tantangan di dunia digital di Indonesia lainnya adalah informasi bohong atau hoax. Setidaknya hanya 26% saja masyarakat di Indonesia yang mampu mengenali hoax. Jika melihat data di atas, tidak heran hoax di Indonesia ini sangat berkembang dan sulit dibungkam. Ini sangat bahaya! Maka seharusnya, ketika kita sudah masuk ke dalam dunia digital, harus menjadi masyarakat digital yang pintar," ucapnya dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator, Rabu (30/6).

Maka dari itu, dia menghimbau kepada masyarakat agar selalu menjaga sikap di dunia digital. “Membangun dunia digital sebagai masyarakat yang cerdas bisa dilakukan dengan memanfaatkan internet untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, mencari peluang bisnis, memperluas jaringan pertemanan, berbagi hobi. Selain itu masyarakat digital yang pintar itu yakni yang selalu mengecek kebenaran atau fakta informasi sebelum disebarluaskan,"bebernya. 

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia, Tri Rahayu Mayasari mengatakan bahwa menurut data, tingkat konsumsi internet di Indonesia sangat tinggi, sebanyak 36% masyarakat Indonesia menggunakan internet sebagai media komunikasi. Dan masyarakat Indonesia rata-rata menggunakan 6 jam waktunya dalam sehari hanya untuk menggunakan internet. 

Menurut Tri Rahayu, jika dalam berselancar di dunia internet masyarakat tidak dibekali edukasi atau literasi digital yang baik, maka yang timbul adalah dampak negatif dari internet itu sendiri.

Dia juga mengutarakan bahwa televisi sampai saat ini juga masih menjadi media yang paling sering ditonton oleh masyarakat Indonesia, selanjutnya, dia juga mengatakan bahwa acara yang ditonton di televisi, sedikit-banyak mempengaruhi perilaku individu dalam kehidupan bermasyarakat maupun bermedia sosial.

 “Ada 3 program yang dari tahun ke tahun masih berada dalam chart yang bawah ya.. ada variety show, infotainment dan sinetron. Bapak ibu coba bayangkan ketiga 3 program ini yang berdasarkan hasil riset kita ini belum memenuhi standart, ditontoh oleh generasi muda kita setiap hari, coba bisa dibayangkan apa yang akan terjadi terhadap generasi muda kita. Katakanlah kita coba ambil program sinetron, dalam analisis yang di analisa oleh para panel ahli yang terdiri dari 12 kampus yang ada di Indonesia, ada dosen, ada tokoh masyarakat, ada pegiat sosial media, hasilnya 3 program masih belum memenuhi standart kami. Kesimpulannya adalah sinetron masih banyak mengandung konten-konten yang belum edukatif,"urainya.

Pada kesempatan kali ini, dia juga mengatakan bahwa untuk mengatasi segala dampak negatif yang ditimbulkan oleh tayangan-tayangan yang ada di televisi, netflix, ataupun media lainnya, pemerintah dalam hal ini KOMINFO maupun KPI tidak bisa bekerja sendiri. Masyarakat juga harus terlibat untuk mengedukasi sesamanya untuk bisa menyaring hal-hal yang berbau negatif. 

“Kita membutuhkan kerjasama berbagai macam pihak, tidak hanya lembaga negara, kita tidak bisa blaming bahwa oh itu tugas adalah tugas pemerintah untuk memberikan punishment, untuk memberikan pembatasan dan sebagainya. Di wilayah regulasi, pemerintah sudah melakukan itu, tapi di tatanan bawah masyarakat juga harus berkolaborasi, contoh ketika melakukan riset ini KPI bekerja sama dengan kampus, jadi kampus juga bertanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat agar kita bersama-sama bisa membangun masyarakat digital yang pintar," sebutnya.
 

Editor : Ismail

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network