JAKARTA, iNewsMedan.id - Rizal Siregar wartawan senior sekaligus penulis menghadirkan karya novel "Kabut Tanah Tembakau". Novel ini bukan hanya mendiskripsikan bagaimana kisah kejayaan tembakau Deli, tetapi juga menceritakan sisi-sisi lainnya.
Tegasnya Kabut Tanah Tembakau bukanlah sekadar novel sejarah, tetapi juga membahas tema universal seperti cinta, kekuasaan, dan ambisi.
Penulis dengan cermat merangkai cerita yang terjadi dalam tiga dimensi waktu: masa kini, era kolonial pada tahun 1890-an, dan masa depan.
Marlina, seorang putri tunggal dari keluarga pengusaha sukses, menemukan dirinya tertarik ke masa lalu melalui petualangannya di Medan, tempat sejarah leluhurnya sebagai kuli kontrak di Tanah Deli terungkap.
Setibanya di Medan, Marlina mulai menyaksikan kejadian-kejadian dari masa kolonial, di mana tembakau Deli menjadi primadona perdagangan dunia. Kilasan sejarah yang ditampilkan Rizal, seperti potongan film yang muncul di hadapan Marlina, membawanya kembali ke masa di mana kuli-kuli kontrak hidup di bawah pengawasan ketat para mandor Belanda.
Riset yang mendalam ini menghidupkan kembali suasana perkebunan tembakau yang pernah berjaya, dengan detail yang memperlihatkan kehidupan keras para kuli kontrak di tengah keserakahan dan intrik para penguasa kolonial.
Marlina bukanlah sekadar penonton sejarah. Dalam petualangannya, ia dibantu oleh Hamzah, seorang pemuda Melayu yang kemudian jatuh cinta padanya. Namun, kisah cinta ini bukanlah satu-satunya yang menjadi sorotan dalam novel ini. Di alam bunian, seorang pangeran juga jatuh cinta pada Marlina dan berusaha menjadikannya permaisuri. Pertarungan antara dua dunia untuk merebut hati Marlina menjadi salah satu konflik utama yang menghiasi cerita ini.
Budaya Melayu yang Mulai Memudar
Selain menyoroti sejarah dan kisah cinta, Rizal juga memasukkan unsur budaya Melayu Deli yang kaya akan adat istiadat, kuliner, dan petuah-petuah leluhur. Melalui cerita Marlina, pembaca diajak untuk merenungkan bagaimana simbol-simbol budaya tersebut mulai memudar di era modern. Rizal menyampaikan kekhawatirannya tentang hilangnya warisan budaya lokal di tengah arus globalisasi.
Novel ini bukan hanya menggambarkan perjalanan Marlina dalam mencari jejak leluhurnya, tetapi juga merangkum berbagai persoalan sosial, politik, dan ekonomi.
Dalam novel ini, Rizal mengangkat tema tentang kerakusan harta, cinta yang membara, intrik politik, hingga pertarungan kekuasaan yang berkaitan dengan dinamika pilkada di masa depan. Hal ini menjadikan "Kabut Tanah Tembakau" lebih dari sekadar novel roman, tetapi juga karya yang menggugah kesadaran pembaca akan kompleksitas kehidupan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta