Oleh: Dr. Febrie Ardiansyah
iNewsMedan.id- Penegakan hukum Kejaksaan Republik Indonesia terhadap tindak pidana korupsi dinilai belum maksimal memulihkan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi yang tejadi. Selain memidana pelaku korupsi, pemulihan kerugian keuangan negara terus didorong menjadi komitmen Kejaksaan RI dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Korupsi sebagai extra ordinary crime secara nyata telah menimbulkan kerugian bagi negara dan dampak buruk yang dirasakan oleh masyarakat luas. Oleh karenanya, upaya penegakan hukumnya pun harus benar-benar memberikan efek jera para pelaku agar kejahatan serupa tidak kembali terulang dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat.
Selain itu, dengan besarnya kerugian negara yang telah ditimbulkan maka penegakan hukum tindak pidana korupsi juga penting untuk bisa menjadi instrumen pemulihan atas kerugian keuangan negara tersebut. Kejaksaan lewat wewenangnya melalui tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi putusan, senantiasa mengedepankan optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara melalui perampasan aset hasil tindak pidana korupsi atau asset recovery.
Berbagai pihak, khususnya penggiat anti korupsi mendesak penegak hukum di Indonesia untuk meningkatkan upaya pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi. Upaya pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan lembaga penegak hukum masih minim. Penegak hukum pun didorong untuk menerapkan pasal pencucian uang jika menemukan bukti yang cukup adanya pengalihan aset hasil tindak pidana korupsi.
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Tata kelola Sumber Daya Alam, khususnya pertambangan masih terdapat banyak permasalahan dan sangat berpotensi menimbulkan kerugian negara baik dari aspek penerimaan negara, kerusakan lingkungan dan lebih luas lagi berdampak pada kerugian perekonomian negara
Adapun Kejaksaan telah menangani enam perkara dengan pembuktian unsur kerugian perekonomian negara dengan total kerugian sangat fantastis yaitu sekitar Rp111,285 triliun (seratus sebelas triliun dua ratus delapan puluh lima miliar rupiah), namun demikian sampai saat ini kerugian tersebut belum dapat dipulihkan.
Pemulihan kerugian perekonomian negara ini penting untuk segera dilakukan mengingat perekonomian negara sudah diatur secara konstitusional dalam Pasal 33 UUD Tahun 1945, yang semangat dan tujuannya untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat.
Sehingga, ketika terjadi perbuatan yang mengakibatkan kerugian perekonomian negara, maka jelas menjadi kewajiban negara untuk melakukan upaya pemulihan kerugian tersebut sebagai bentuk ketaatan terhadap amanat konstitusi.
Editor : Ismail